Wednesday 31 August 2016

Apakah Menurut Fikih Islam Menyusui Saat Junub Dilarang ?

Tanya : Saya pernah mendengar dari beberapa orang bahwa perempuan tidak dibolehkan menyusui bayinya dalam keadaan junub. Alasannya hal itu dapat mengurangi kecerdasan anak Katanya, pendapat ini diperkuat oleh para ulama. Sebenarnya bagaimanakah hukum menyusui anak dalam keadaan junub? (Zuhria, Malang) 

Jawab : Junub adalah orang yang menyandang janabah. Janabah merupakan hadas pertengahan. Sebagian ulama fikih mengklasifikasikan hadas menjadi 3 (tiga): hadas kecil, sedang dan besar. Ketiganya mempunyai sebab dan dampak yang berbeda. Penyebab hadas kecil ada 4 (empat) : kentut, tidur, menyentuh kulit perempuan bukan mahram secara langsung, dan menyentuh kemaluan atau dubur dengan telapak tangan bagian dalam. Janabah terjadi akibat melahirkan, mengeluarkan air mani atau jimak. Sedangkan penyebab hadas besar adalah haid dan nifas. (Nihayah Az-Zain, 31). 

Penyandang hadas kecil dilarang menyentuh dan membawa mushaf serta ibadah-ibadah yang mensyaratkan kesucian, seperti shalat dan thawaf. Larangan bagi penyandang hadas kecil juga berlaku bagi penyandang janabah. Di samping itu orang junub dilarang membaca Al-Quran dan berdiam di masjid. Perempuan yang sedang haid atau nifas tidak boleh melakukan apa yang dilarang bagi orang junub. Haid dan nifas juga menghalangi keabsahan puasa, jimak, bahkan menyentuh bagian tubuh antara pusat dan tengkuk. Semua ini menurut kebanyakan pendapat ulama. 

Selain penyebab dan akibatnya berbeda, cara menghilangkan ketiga hadas tersebut juga tidak sama. Sesuai dengan namanya, cara menghilangkan hadas kecil lebih mudah, yaitu dengan berwudhu. Sementara hadas sedang dan besar dapat dihilangkan dengan mandi. Jika wudhu dan mandi tidak mungkin dilakukan, semua hadas dihilangkan dengan tayamum. 

Berdasarkan beberapa referensi yang sempat saya baca, tidak ada dalil yang mengharamkan orang junub menyusui anak. Memang, terdapat keterangan, misalnya dalam kitab Tuhfah Ath-Thullab, orang junub disunahkan berwudhu apabila mau makan, minum atau tidur. Sebagaimana terdapat sebuah hadis yang menceritakan Rasulullah ketika sedang junub tidak makan dan tidur sebelum berwudhu lebih dahulu. 

Sementara hadis yang melarang perempuan junub menyusui saya belum pemah menemukan. Menganalogikan makan dengan menyusui juga masih perlu dipertanyakan dan membutuhkan pembahasan yang lebih mendalam. 

Meskipun demikian, kita tidak bisa serta-merta menyalahkan pendapat susu perempuan junub mempengaruhi kecerdasan anak yang disusui. Sebab sebagai orang beragama, kita juga mempercayai hal-hal yang bersifat rohani. Menurut sebuah hadis, ketika melakukan hubungan suami istri, dianjurkan membaca doa tertentu dan senantiasa berdzikir atau ingat kepada Allah. Hadis ini menunjukkan bahwa, kondisi psikologis bapak dan ibu pada saat berjimak berpengaruh terhadap anak yang dilahirkan. 

Oleh sebab itu, ada baiknya berkonsultasi kepada dokter ahli untuk mencari kejelasan adanya korelasi antara kondisi janabah dengan kurangnya kecerdasan anak. Karena kebenaran di samping diperoleh lewat dalil naqli, dapat pula dicapai dengan dalil aqli lewat serangkaian penelitian dan eksperimen secara ilmiah. 

Namun yang jelas, menyusui pada waktu janabah tidak dtharamkan. Kalaupun dilarang, paling jauh bersifat makruh. 

Di samping tidak adanya -sejauh yang saya tahu- dalil-dalil agama yang melarang, semua orang tahu bahwa ASI sangat penting bagi proses pertumbuhan anak. Sampai-sampai Al Quran perlu menyinggung masalah menyusui. Padahal Al Quran hanya membicarakan perkara-perkara yang sangat penting. Kita pun memaklumi, janabah haid dan nifas dapat terjadi kapan saja. Begitupun kebutuhan anak terhadap ASI bisa datang setiap waktu. Oleh sebab itu, sangat tidak wajar jika melarang orang junub menyusui anaknya. Bukankah Islam itu mudah dipahami dan diamalkan ?

Bolehkah Menebus Dosa Suami Terhadap Istri ?

Bolehkah Menebus Dosa Suami Terhadap Istri ?
Tanya : Saya mempunyai seorang kakak yang melakukan dosa besar terhadap seorang perempuan (istri) di luar nikah. Doa apa yang bisa menebus dosa sangat besar itu karena sebagai adik saya ingin menghilangkan dosa-dosa dari perbuatannya. (Ony, Baja) 

Jawab : Allah Swt. telah memberikan rasa kasih sayang (ar-rahmah) kepada makhluk-Nya. Rasa kasih sayang ini di antaranya termanifestasi dalam pelbagai bentuk hubungan antar manusia, orang tua dengan anak, kakak dengan adik, suami-istri dan lain-lain.

Perasaan tersebut dengan sendirinya menimbulkan keinginan agar orang yang dikasihi terhindar dari hal-hal negatif, walaupun berupa hukuman atas kesalahan yang sudah sewajamya dikenakan padanya. 

Jadi, sangat wajar apabila penanya bermaksud menyelamatkan kakaknya dari sanksi atas kesalahan yang telah dilakukan, dan terdorong untuk melakukan upaya penebusan dosa. 

Dosa atau adz-dzanb adalah ma‘asha aflaaha bih, segala sesuatu yang dengannya seseorang berbuat maksiat dan durhaka kepada Allah. Atau dengan kata lain segala bentuk pelanggaran terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. dalam bentuk perintah maupun larangan (al-awamir wa an-na wahi). 

Pelaku dosa pasti mendapatkan balasan. Balasan tidak hanya terjadi di akhirat saja, sebagaimana anggapan sebagian masyarakat. Akibat dosa tidak jarang sudah dirasakan di dunia ini. Itu pun bermacam-macam jangka waktunya. Bisa seketika sebulan atau setahun, bahkan puluhan tahun lagi. Oleh karena itu, seringkali kita tidak menyadari bahwa pelbagai kegagalan dan kesusahan yang kita alami pada hakikatnya adalah buah dosa yang kita kerjakan sebelumnya. 

Dalam kitab Ad-Da’wa Ad-Dawa’ disebutkan bermacam-macam dampak negatif perbuatan dosa dan maksiat. Antara lain, merusak akal pikiran, mengeraskan hati (qaswah al-qalb) sehingga sulit menerima wejangan-wejangan atau saran-saran, menghilangkan nikmat, menghalangi rezeki, mendapat laknat dari Allah dan Rasul-Nya dan lain-lain. 

Banyak ayat Al-Quran dan hadis yang menunjukkan hal tersebut. Allah berfirman :
Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. “(QS. An Nisa’: 123) 

Rasulullah Saw. juga pernah berkata kepada sahabat Abu Bakar RA, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya musibah adalah pembalasan atas kejahatan itu.” 

Permasalahannya sekarang adalah bisakah seseorang terbebas dari hukuman atas dosa yang telah dilakukan ? Apakah yang bisa dia lakukan untuk menghilangkan dosa ?

Allah Itu Maha Adil. Karena keadilan-Nya, manusia menerima balasan sesuai perbuatannya. Di samping itu Allah Maha Pengasih dan Penyayang terhadap hamba-Nya. Berkat kasih saying-Nya, Dia menerima tobat dan memberikan ampunan atas dosa dan kesalahan hamba-Nya, asal mau menyesali dan memperbaiki diri, yang dalam istilah agama disebut tobat (at-taubah). Allah berfirman :
Artinya : ‘Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap dijalan yang benar.” (QS. Thaha: 82) 

Banyak ayat yang menjelaskan bahwa Allah itu “At-Ta wwab’ atau Dzat penenma tobat. At-Ta wwab dan At-Taib termasuk salah satu asma Allah yang mulia (al-asma’ al-husna). 

Arti tobat jika dilihat dari segi bahasa adalah al-ruju’ ‘an al syai’i, meningalkan sesuatu. Sedangkan menurut istilah adalah meninggalkan sesuatu yang tidak diridhai oleh Allah, untuk selanjutnya mengerjakan sesuatu yang diridhai-Nya. (Is’adu ArRafiq, 141). 

Tobat mempunyai beberapa. persyaratan yaitu, pertama al nadm, menyesali perbuatan yang telah dilakukan, kedua al iqla meninggalkan dosa tersebut dengan seketika, ketiga al‘azm ‘ala ‘an la ya‘ud ilaiha, niat tidak akan mengulangi lagi perbuatan serupa pada masa yang akan datang, keempat al-istighfar, memohon ampunan kepada Allah, misalnya dengan membaca “rabbighfir lii khathiiatii”atau “Allahumma ighfir lii min dzanbi”dan lain-lain. Kalau dosanya berupa meninggalkan kewajiban maka harus diqadha’ Dan jika berhubungan dengan hak-hak sesama manusia maka harus diselesaikan dengan cara melunasi atau meminta maaf sesuai dengan aturan yang diatur oleh syara’.

Berdasarkan keterangan tersebut, maka yang mesti penanya lakukan adalah menasehati sang kakak supaya lekas bertobat. Dosa besar tidak cukup dihilangkan dengan sekedar berdoa. Tetapi dengan bertobat oleh yang bersangkutan, dalam hal ini kakak penanya sendiri.

Apakah Boleh Meminta Cerai Pada Suami Yang Tidak Mampu Membayar Nafkah ?

Apakah Boleh Meminta Cerai Pada Suami Yang Tidak Mampu Membayar Nafkah ?
Tanya : Saya seorang istri. Suami saya tidak mampu membayar nafkah. Apakah saya boleh mengajukan cerai? 

Jawab : Apakah perbedaan antara manusia dengan malaikat? Jawabanya banyak. Salah satunya, manusia dalam mempertahankan hidup memerlukan makanan dan minuman. Malaikat tidak. Malaikat selalu taat. Manusia kadang melakukan maksiat. 

Cara sehat untuk mencukupi hidup adalah dengan bekerja. Apapun profesinya, asalkan halal, sesuai dengan kemampuan tiap-tiap individu yang sangat beragam. Tetapi kenyataanya, tidak semua orang dapat mencukupi kebutuhannya, sehingga harus ditanggung orang lain. Anak yang masih kecil ditanggung orang tua. Sebaliknya, orang tua yang telah udzur dan tidak mampu lagi mencukupi kebutuhannya, dibiayai anaknya. Itulah nafkah karena hubungan kerabat (nafaqah al-a qarib).

Akibat pernikahan, seorang perempuan yang semula menjadi tanggungjawab orang tuanya, nafkahnya beralih kepada suaminya. Dalam fikih, nafkah merupakan hak istri yang menjadi kewajiban suami. Kekayaan istri tidak menggugurkan haknya mendapatkan nafkah (KHI Pasal 80). Hal itu bukan karena perempuan tidak mampu hekerja. Sebab, dalam kenyataannya, tidak sedikit kaum hawa yang sanggup bekerja, bahkan pada bidang-bidang yang semula didominasi atau di monopoli kaum Adam. 

Hak istri atas nafkah tersebut merupakan imbangan atas kewajiban yang menjadi hak suaminya. Nafkah istri ditanggung suami, mengingat istri mempunyai fungsi atau peran yang dapat menghalangi bekerja. Misalmnya hak reproduksi, yakni kehamilan dan melahirkan. Sudah sewajarnya suami mencarikan nafkah istri yang sedang mengandung anaknya. Sedangkan dalam keadaan tidak hamil, istri berperan sebagai ibu yang mengasuh anak dan mengatur rumah tangga. 

Karena itu dalam sebuah hadis riwayat Abdullah ibn Mas’ud, Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya : “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu membayar al-ba‘ah maka kawinlah. Karena sesungguhnya nikah dapat mencegah penglihatan dan memelihara farji. Barangsiapa yang belum mampu, berpuasalah. Karena sesungguhnya puasa dapat menjadi benteng.” (Muttafaq ‘alaihi) 

Para ulama mengartikan al-bath dengan kemampuan memberi nafkah dan mahar. Jadi, anjuran menikah oleh Rasulullah ditujukan kepada pemuda yang secara ekonomis sudah mapan. Karena setelah berubah status menjadi suami, ia wajib menafkahi diri sendiri dan istrinya. Dan setelah menjadi ayah, menafkahi anaknya. 

Kalau nafkah merupakan hak istri, dan pada saat yang sama menjadi kewajiban suami, bagaimana jika suami tidak mampu membayar nafkah? Dalam masalah nafkah, sebenarnya Islam sangat luwes. Nafkah yang harus dibayarkan kepada istri disesuaikan dengan kesanggupan suami, tetapi tetap ada batas minimalnya. Penegasan ini sesuai dengan firman Allah : 
Artinya : “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah, tiada harta yang diberikan Allah kepadanva. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaq: 7)

Dalam kitab-kitab fikih terdapat 3 (tiga) kategori suami, kaya, sedang, dan fakir. (Al-Figh Al-Manhaji II, 177).
Seorang istri yang salehah semestinya menyadari kemampuan suaminya. ‘Tidak sepatutnya menuntut suami di luar kemampuannya. Sikap qana’ah (nerima-menerima) perlu diutamakan. Demikian pula sebaliknya, suami yang baik tidak bakhil, tetapi bersikap sakha’ (dermawan). 

Bila nafkah minimal tidak dapat dipenuhi suami, maka istri berhak mengajukan perceraian. Ada ulama yang membagi nafkah menjadi dua,yakni nafkah rohani atau batin dan jasmani atau lahir. Nafkah batin adalah melakukan hubungan suami istri (jimak). Sedangkan nafkah jasmani adalah kebutuhan sandang papan dan pangan. (Al-Fiqh Al-Manhaji II, 178, atau KHI Pasal 116) 

Jika suami impoten (al-’unnah), istri berhak mengajukan perceraian, sebab sang suami tidak bisa memberikan nafkah batin. Demikian halnya kalau suami tidak mampu memberikan nafkah jasmani. Bahkan yang kedua jauh lebih penting. Karena ketiadaan nafkah jasmani membawa dampak yang lebih serius daripada kekurangan atau ketiadaan nafkah batin. ini sesuai dengan hirarki kebutuhan yang dibuat oleh sebagian psikolog yang menempatkan kebutuhan fisikologis makanan atau minuman pada urutan pertama. Orang dapat hidup meskipun kebutuhan s*ksual tidak terpenuhi. 

Hak mengajukan perceraian tentu harus digunakan dengan pertimbangan yang matang. Sering kali orang menggambarkan kehidupan ini seperti roda, terkadang di atas dan kadang di bawah, dan pada saat yang lain berada di tengah. Suka dan derita, susah dan senang, selalu menghiasi kebidupan di dunia yang fana ini. Kalau suami kebetulan mengalami kesulitan ekonomi, hendaknya istri menghibur dan bersama-sama mencari solusi. Dukungan moral dari sang istri sangat berarti bagi suami. Bukan rahasia lagi, di balik sukses suami terdapat istri yang baik. 

Di samping itu perlu dipertimbangkan masa depan anak-anak. Sebab, perceraian seringkali membawa dampak kurang baik pada diri anak, karena tidak mendapatkan kasih sayang secara sempurna. Anak mengharapkan kehadiran ayah dan ibu, bukan ayah semata atau ibu saja. 

Karena alasan-alasan itu semua, dapat dipahami mengapa Rasulullah Saw. pernah bersabda :
Artinya : “Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian.”(HR Abu Dawud, Ibn Majah dan Hakim) 

Dibenci karena membawa dampak-dampak yang negatif. Tetapi halal karena dalam kenyataannya, kadang-kadang perceraian menjadi solusi terakhir ketika keutuhan rumah tangga sudah tidak mungkin diselamatkan lagi. Ibarat anggota badan yang terkena penyakit, bila tidak mampu diobati, maka jalan terakhir yang ditempuh adalah diamputasi. Perceraian menjadi rahmat atau musibah tergantung kepada diri kita, kapan dan bagaimana menggunakannya.

Shalawat Untuk Menghilangkan Kesukaran Dan Kesusahan

bilik islam

ALLAAHUMMA SHALLI WA SALLIM WA BAARIK ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA AALI SAYYDINAA MUHAMMADIN. 

Artinya :
Ya Allah, lipahkanlah rahmat, keselamatan dan berkah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. dart kepada segenap keluarganya..

Khasiatnya :
Shalawat ini mengandung faedah yang sangat besar untuk menghilangkan kesukaran dan kesusahan. Maka barang siapa yang memperbanyak shalawat ini, Allah akan menghilangkan semua kesukaran dan kesusahan yang sedang dialaminya.

Doa Keluar Rumah Dan Doa Masuk Rumah

Doa Keluar Rumah Dan Doa Masuk Rumah, doa masuk rumah, doa keluar rumah, bacaan doa keluar rumah, bacaan doa masuk rumah

Do’a keluar Rumah
Diriwayatkan dari sahabat Ummi Salamah r.a (Hindun) bahwasanya Nabi saw apabila hendak keluar rumah membaca :





(Dengan nama Allah, aku berserah diri kepada Allah, ya Allah sungguh Aku berlindung kepadamu dari menyesatkan atau disesatkan, dari menyimpang atau disimpangkan ,dari menganiaya atau di aniaya , dari berlaku bodoh atau di perlakukan bodoh)

Sahabat Anas r.a berkata : RasulluIah saw bersabda :
Barang siapa ketika hendak keluar rumah lalu dia membaca :


(Dengan nama Allah, aku berserah diri kepada Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan kekuatan Allah)

Dikatakan kepadanya ( oleh Malaikat ) Engkau telah di cukupi (kebutuhanmu) dijaga dan diberi petunjuk serta syaitan menjauh darinya

Doa Ulama salat ketika hendak keluar rumah  


(Ya Allah hanya kepada-Mu aku mohon pertolongan dan hanya kepada-Mu aku berserah diri, gampangkanlah urusanku yang sulit, lancarkanlah kesulitan perjalananku berikanlah aku rizki yang baik melehihi apa yang aku mohon, jauhkanlah aku dari segala kejahatan , lapangkanlah dadaku, gampangkanlah urusanku, aku mohon penjagaan dari-Mu dan aku titipkan kepada-Mu diri ,agama, keluarga , kerabat dan segala apa yang telat Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada mereka dari perkara dunia dan akhirat , jagalalah kami semua dari segala kejahatan Wahai Yang Maha Mulia)

Do’a masuk rumah
Sahabat Abu Malik Al-Asy’ari r.a mengatakan: Rasulullah saw Bersabda : Apabila seseorang ingin masuk rumah hendaknya dia membaca :


(Ya Allah aku mohon kepada-Mu kebaikan tempat masuk dan tempat keluar, dengan nama Allah kami masuk, dan dengan nama Allah kami keluar dan kepada Allah Tuhan kami, kami bertawakal)

Lalu memberi salam kepada penghuni rumah

Doa Ketika Bercermin


Begitu dahsyat islam memberikan tuntunan dalam setiap tingkah laku kehidupan, dalam setiap apa yang dilakukan selalu diajarkan untuk berdoa, bahkan ketika kita sedang bercermin, kita dianjurkan membaca doa.

Diriwayatkan dari Imam Ali ra. bahwa Nabi SAW. apabila bercermin, Beliau membaca : 

bilik islam

(Segala puji bagi Allah , Ya Allah sebagaimana Engkau sempurnakan ragaku maka sempumakanlah akhlaqku)

Tuesday 30 August 2016

Hukum Bersedekah Seorang Istri Menurut Islam (Dialog Wanita dan Islam)

Hukum bersedekah seorang istri menurut islam (Dialog Wanita dan Islam)

Wanita bertanya : apakah seorang wanita yang telah bersuami diperbolehkan bersedekah dengan uangnya sendiri tanpa harus izin kepada suaminya? 

Islam menjawab : seorang wanita  yang telah bersuami tidak diperbolehkan bersedekah dengan hartanya, kecuali mendapat izin dari suaminya. Sebagai mana dikisahkan dalam sabda Rosulullah Saw. Pada suatu hari istri Ka’ab bin malik menyerahkan perhiasannya kepada Rosulullah Saw,sebagai sedekah. Namun Rosulullah Saw tidak langsung menerimanya,tetapi berkata : “tidak dibenarkan seorang wanita bersedekah dari hartanya kecuali dengan izin suaminya. Selain itu Rosul juga bertanya : “apakah engkau sudah mendapat izin suamimu ? “ istri Ka’ab bin malik menjawab: “sudah!’. Meskipun istri Ka’ab Bin Malik itu telah menjelaskan , beliau (Rosul) belum puas dengan jawabannya , kemudian  beliau mengutus salah seorang sahabatnya untuk menemui Ka’ab dan menanyakan : “Apakah engkau merestui sedekah istrimu? “Ka’ab menjawab : “ya, benar.” Setelah itu sahabat nabi melaporkan bahwa istri Ka’ab telah direstui oleh Ka’ab. Kemudian beliau baru menerima sedekah tersebut.

Jadi bahwa seorang wanti muslim yang telah bersuami jika ingin bersedekah harus mendapat restu dari suaminya walaupun yang akan disedekahkan adalah harta pribadinya.

Sumber : Buku Imam Turmudzi "Dialog Wanita dan Islam" 


Kategori Orang Miskin Menurut Fikih Islam

Kategori Orang Miskin Menurut Fikih islambatasan orang miskin menurut islam, miskin dalam kacamata islam, miskin menurut islam, orang miskin menurut islam.
Tanya : Saya punya tetangga pekerjaannya tetap, tetapi mereka berpenghasilan tidak tetap. Meski begitu, mereka bisa memberikan nafkah untuk cucunya secara kontinyu. Apakah orang ini bisa dikategorikan orang miskin ? Bolehkah saudaranya yang mampu memberikan zakàtnya langsungkepada orangitu ? (Vania, Sidoarjo) 

Jawab : Selamanya zakat memang akan selalu berhubungan dengan fakir miskin sebagai bagian dari 8 (delapan) kelompok orang yang berhak menerimanya sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 60 sebagai berikut :
Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60)

Dari kedelapan kelompok penerima zakat ini, fakir miskin merupakan kelompok yang selalu dijumpai dalam setiap masyarakat, dan pihak yang paling layak mendapat prioritas. 

Para ulama telah menetapkan batasan dan kriteria fakir dan miskin. Dalam menentukan apakah keduanya sama, ataukah tidak, para ulama berbeda pendapat. Ibn Qasim, salah seorang tokoh Madzhab Maliki mengatakan keduanya sebagai satu kelompok. Jadi, fakir dan miskin adalah dua kata berbeda dengan arti yang sama (al-mutaradifain). Sebaliknya, menurut pendapat mayoritas fuqaha (ahli fikih), fakir dan miskin merupakan kelompok yang berbeda. Sebagian menyatakan fakir lebih buruk kondisinya secara ekonomis dibanding miskin. Sebagian yang lain, berpendapat sebaliknya. 

Perbedaan pendapat tersebut kurang memiliki arti penting, manakala melihat fakta bahwa keduanya sama-sama berhak menerima zakat.

Jumhur al-ulama dan kalangan Malikiah, Syafi’iah dan Hanabilah, mendefinisikan fakir sebagai orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang halal untuk mencukupi kebutuhan pokok hidupnya (makan-minum, pakaian, rumah) dari orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungjawabnya. Gambarannya, kalau setiap hari dia membutuhkan 10 (sepuluh), maka yang didapatinya tidak lebih dari 3 (tiga) atau 4 (empat). Dengan kata lain, ia hanya mampu memenuhi kebutuhannya kurang dari separuh. 

Adapun orang yang termasuk miskin adalah orang yang sudah memiliki pekerjaan halal dan sejumlah harta, tetapi masih belum mampu mencukupi kebutuhan hidupnya sekaligus orang yang berada dalam tanggungjawabnya. Umpamanya, orang yang butuh 10 (sepuluh), tetapi hanya memiliki 7 (tujuh) atau 8 (delapan). Orang miskin, mampu mencukupi sekitar 70-80% dari kebutuhannya. 

Berangkat dari pengertian di atas, dapat disimpulkan, bahwa baik fakir maupun miskin sebagai mustahiq (pihak yang berhak menerima zakat), sebagai dikatakan Dr. Yusuf Qardhawi, adalah orang yang memenuhi 3 (tiga) kriteria. Pertama, orang yang tidak punya harta atau pekerjaan sama sekali. Kedua,orang yang mempunyai pekerjaan dan harta yang belum dapat mencukupi separuh dari kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya. Ketiga, orang yang pendapatannya bisa memenuhi lebih dari separuh kebutuhan hidupnya dan keluarganya, tetapi masih belum mencukupi seluruh kebutuhan. Kebutuhan dalam kaitannya dengan fakir dan miskm meliputi sandang, papan dan pangan serta pendidikan.

Untuk menentukan apakah seseorang termasuk golongan miskin atau fakir, harus diketahui terlebih dahulu apa yang dibutuhkan dan sejauh mana ia mampu memenuhinya dengan penghasilan dan kekayaan yang dimiliki. Besar kecilnya kebutuhan, juga sangat dipengaruhi oleh banyak dan sedikitnya orang yang harus dthidupi. 

Oleh karena itu, kita belum bisa menentukan apakah orang yang penanya maksudkan masih berstatus miskin ataukah bukan. Namun, seandainya termasuk ketegori miskin, saudaranya sah-sah saja memberikan zakat kepadanya, bahkan lebih afdhal, karena berzakat kepada kerabat mempunyai fungsi ganda, zakat itu sendiri dan silaturrahim.

Apa Hukum Istri Memarahi (Memaki) Suami Menurut Fikih Islam

Apa Hukum Istri Memarahi (Memaki) Suami Menuru Fikih Islam, hukum istri memaki suami, hukum memaki suami, istri memaki suami, dalil istri dilarang memaki suami.
Tanya : Kadang saya menemukan istri yang memaki-maki suaminya. Terhadap prilaku istri ini apakah dapat digolongkan istri salehah? 

Jawab : Setiap orang pasti bercita-cita hidup bahagia. Mereka selalu berusaha untuk mendapatkannya dengan segenap kemampuan dan daya upaya yang dimiliki. Namun banyak yang tidak mengerti hakikatnya serta bagaimana memperolehnya. 

Kebahagian kata sebagian orang adalah relatif. Antara individu dengan yang lain tidak sama. Pandangan seseorang tentang ini sangat dipengaruhi oleh keyakinan, kondisi atau situasi, watak dan latar belakang pendidikannya. Orang agamis dengan ateis tenuh akan berbeda. Demikian juga orang yang senantiasa hidup dalam kelaparan dan kekurangan tidak akan sama dalam mempersepsi kebahagiaan dengan orang yang hidup berkecukupan.

Dalam konteks ini ada baiknya kita perhatikan pernyataan Rasulullah Saw. kaitannya dengan masalah kebahagiaan, yang secara garis besar menurut beliau terletak pada empat hal, yakni istri salehah, rumah yang luas, tetangga yang saleh dan alat transportasi yang baik. Ketiadaan empat hal itu dapat juga dijadikan ukuran ketidakbahagiaan seseorang. (Tuhfah Al-Arus). 

Yang manarik dari Statemen beliau adalah istri salehah dianggap sebagai salah satu kunci kebahagiaan, sehingga tidak mengherankan jika beliau dalam hadis lain menyatakan :
Artinya: “Seseorang tidak mendapatkan sesuatu yang lebih baik dan berfaedah setelah takwa kepada Allah, takwalah, daripada istri yang salehah.” HR. Ibnu Majah

Bukankah antara kebahagiaan dan istri salehah terdapat hubungan korelatif ? (Tuhfat Al-’Arus). Karena keberadaan istri salehah adalah cukup menentukan dalam kebahagiaan sebuah rumah tangga, maka adalah sewajarnya bila para laki-laki menganggap keberadaan istri salehah sebagai istri ideal. Permasalahannya, siapakah istri salehah itu? Apakah ciri-ciri dan karakteristiknya? 

Dalam Al-Quran, ciri-ciri para istri yang salehah adalah sebagaimana termaktub dalam surat An-Nisa’ sebagai berikut :
Artinya : “Sebab itu maka perempuan yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memeliliara (mereka).” (QS. An-Nisa’: 34) 

Dalam kitab Safwah At-Tafaasir, qanitat artinya taat kepada Allah dan suami dengan jalan menjalankan hak-hak yang menjadi kewajibannya. Adapun hafizhat berarti senantiasa menjaga diri dari harta suaminya serta menutupi rahasia-rahasia antara mereka berdua. 

Dalam kapasitasnya sebagai makhluk dan hamba (‘abid) para istri salehah dituntut berbakti kepada Allah (Al-Khaliq) yang sering diistilahkan dengan habl min Allah. Dalam kapasitas sebagai istri, ia dituntut berbakti kepada suaminya sebagai salah satu perwujudan habl min an-nas.

Untuk mewujudkan rumah tangga yang bahagia, tiap-tiap anggota harus mengerti tugas dan tanggungjawabnya, serta melakukannya dengan penuh keikhlasan. Ketaatan istri diimbangi dengan kewajiban muàsyarah hi al-ma‘ruf dari pihak suami. Dalam rumah tangga islami, antara suami-istri berlomba-lomba berbakti terhadap pasangannya dan berbuat yang terbaik untuknya. 

Manusia mempunyai naluri membalas kebaikan yang diterimanya dari orang lain. Reaksi biasanya paralel dengan aksi. Jika istri berbakti kepada suami, akan bertambah rasa sayang di hatinya. Berbuat baiklah kepada manusia, niscaya kamu dapat menaklukkan hatinya dan meraih simpatinya.

Demikian pula antara pasangan untuk saling membersihkan dirinya dari perbuatan tercela (takhalli‘an ar-radza’i) sekaligus menghiasinya dengan nilai-nilai luhur dan keutamaan (takhalli bial-fadhali). Sehingga akhlak yang tidak terpuji seperti memaki-maki atau melontarkan ucapan-ucapan yang kurang simpatik terhadap suaminya sudah barang tentu dijauhinya. 

Bertolak belakang dengan ciri qanitat dan hafizhat tersebut, kemampuan menjaga lisan dan perbuatan tercela adalah ciri sosok pribadi muslim yang sejati. Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Muslim (yang sempurna) adalah orang yang kaum muslimin (masyarakat) terhindar dari dampak negatif yang timbul dari lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ahmad) 

Didahulukannya lisan dan tangan pada hadis di atas karena dampak yang ditimbulkannya bisa lebih fatal dari tangan. Yang terluka akibat lisan adalah hati dan perasaan, yang jelas lebih sulit disembuhkan daripada luka fisik. Ucapan yang tidak baik semakin dicela jika dilakukan terhadap orang-orang yang semestinya dihormati seperti kedua orang tua dan suami atau istri.

Kalau kemudian ditemukan kekurangan-kekurangan atau ketidakpuasan pada pasangannya, sebaiknya diadakan dialog untuk mencari solusi yang efektif. Dan hendaknya tiap-tiap pihak menyadari, tidak ada manusia yang baik dan benar secara mutlak. 

Sebaliknya, tidak ada pula manusia yang seluruh perbuatannya jelek. Yang banyak adalah campuran antara amal baik dan buruk. Tingal mana yang lebih banyak, dan seberapa jauh keterpautannya. 

Memaki-maki tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan sebaliknya, mempersulit. Ibarat api, mesti dilawan dengan air. Ibarat penyakit, kita harus sabar mengobati dan merawatnya. Jangan langsung diamputasi. Sejauh upaya-upaya yang lebih baik menguntungkan masih dapat ditempuh, maka mengapa hal itu tidak dilakukan ?

Keutamaan Dan Manfaat (Fadhilah Dan Faedah) Shalawat Munjiyat

Keutamaan Dan Manfaat (Fadhilah Dan Faedah) Shalawat Munjiyat, manfaat shalawat munjiat, keutamaan Shalawat Munjiyat, faedah Shalawat Munjiyat, fadhilah Shalawat Munjiyat, Shalawat Munjiyat




ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALAA SAYYIDINA MUHAMMADIN SHALAATAN TUNJIINA BIHAA MIN JAMII’IL AHWAALI WAL AAFAATI WA TAQDHI LANAA BIHAA JAMII-’AL HAAJAATI WA TUTHAHHIRUNAA BIHAA MIN JAMII-’IS SAYYIAATI WA TARFAU NAA BIHAA ‘ALADDARAJAATI WA TUBALLIGHUNAA BIHAA AQSHAL GHAAYAATI MIN JAMII-’IL KHAIRAATI FILHAYAATI WA BA’DAL MAMAATI. 


Artinya :
Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad saw. yang dengan rahmat itu Engkau akan menyelamatkan kami dari semua huru-hara dan dari semua cobaan. Yang dengan rahmat itu engkau datangkan kepada kami semua hajat. Yang dengan rahmat itu Engkau bersihkan kami dari semua keburukan/kesalahan. Yang dengan rahmat itu Engkau angkat kami kepada derajat yang tinggi Yang dengan rahmat itu pula Engkau sampaikan kepada maksud yang paling sempurna dan semua kebajikan semasa hidup dan sesudah mati.

Khasiatnya :
Barangsiapa yang membaca shalawat tersebut di atas sebanyak seribu kali niscaya Allah akan melapangkan semua kesempitan.

Keutamaan Dan Manfaat (Fadhilah Dan Faedah) Shalawat Nariyah

Keutamaan Dan Manfaat (Fadhilah Dan Faedah) Shalawat Nariyah, keutamaan shalawat nariyah, manfaat shalawat nariyah, fadhilah shalaat nariyah, faedah shalawat nariyah, lafad shalawat nariyah

ALLAAHUMMA SHALLI SHALAATAN KAAMILATAN WA SALLIM SALAAMAN TAAMMAN ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADINILLADZII TANHALLU BIHIL ‘UQADU WA TANFARIJU BIHIL KURABU WA TUQDAA BIHIL HAWAAIJU WA TUNAALU BIHIR RAGHAA-IBU WA HUSNUL KHAWAATIMI WA YUSTASQAL GHAMAAMU BIWAJHIHIL KARIMI WA ‘ALAA AALIHI WA SHAHBIHI FIl KULLI LAMHATIN WA NAFASIN BI-’ADADI KULLI MA’LUUMIN LAKA YAA RABBAL ‘AALAMIIN.
 
Artinya :
Ya Allah, limpahkanlah rahmat yang sempurna, dan berilah kesejahteraan yang sempurna kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. yang menjadi sebab terlepasnya sesuatu yang masih mengalami jalan buntu, dan terbukanya kesempitan serta didatanginya semua hajat, dan diperoleh semua pemberian serta khustul khatimah (bagus akhir hayatnya) dan diturunkan siraman mendung (hujan) lantaran keagungan beliau. (Dan limpahkanlah rahmat dan salam) kepada keluarga beliau, dan shahabat beliau di dalam setiap kedipan mata dan nafas dengan bilangan semua yang diketahui oleh-Mu, wahai Dzat yang menguasai seluruh alam.
 
Khasiatnya :
  1. Barangsiapa yang menghendaki semua maksudnya lekas tercapai maka hendaklah dibaca sampal 4444 kali.
  2. Barangsiapa membaca shalawat tersebut di atas sebanyak 11 kali, Insya Allah ia tidak akan terputus rizqinya.
  3. Barangsiapa yang membaca 100 kali pada tiap-tiap hari, lnsya Allah pembacanya akan melihat segala sesuatu yang ingin ia ketahui. Dan jangan lupa sebelum membacanya hadiah fatihah kepada Nabi Muhammad saw. dan Ashhaabil badri.

Monday 29 August 2016

Kisah Pernikahan Muhammad SAW. Dengan Khadijah Binti Khuwailid

Kisah Pernikahan Muhammad SAW. Dengan Khadijah Binti Khuwailid, kisah pernikahan nabi, sejarah pernikahan nabi, cerita pernikahan nabi, nabi muhammad menikah dengan khadijah, kisah khadijah, cerita khadijah, sejarah khadijah, khadijah istri nabi, kisah istri nabi, sejarah istri nabi, nama istri nabi.
Dengan sifat serta keluhuran budinya itu, Muhammad menjadi teladan dan buah bibir setiap orang. Tersiarlah nama Muhammad hahwa ia seorang pemuda yang tepercaya. Banyak pedagang-pedagang besar yang ingin menjadikan Muhammad sebagai pelaksana dalam usaha perdagangannya. 

Pada waktu itu, di kota Mekah, hidup seorang janda bangsawan yang kaya raya. Khadijah namanya. Dalarn rangka pengembangan usahanya, Khadijah ingin mencari seorang ahli perdagangan yang ulet serta dapat dipercaya, untuk mengurus barang dagangannya ke Suriah. Setelah ia mendengar nama Muhammad, segera ia mengirim utusan untuk menghubunginya. 

Kemudian, datanglah Muhammad ke rumah Khadijah memenuhi panggilannya. Ketika pertama kali Khadijah melihat Muhammad, ketika itulah Khadijah terpesona, karena Muhammad memang baik rupa dan akhlaknya. Dalam hatinya, Khadijah berkata hahwa pantaslah Muhammad menjadi buah bibir. Kini, Khadijah bukan sekadar mendengar nama Muhammad, melainkan langsung bertemu dengannya, di hadapannya. Muhammad telah bersedia datang untuk memenuhi panggilan dan tawarannya itu. 

Mulailah Muhammad berangkat ke Suriah, membawa barang dagangan Khadijah. Ia diternani oleh Maisaroh dengan pesan khusus agar ia membantu Muhammad sambil mencatat segala kejadian selama dalam perjalanannya ke Suriah. Dengan kejujuran dan kemampuannya, ternyata Muhammad mampu memperdagangkan barang-barang Khadijah; dengan cara perdagangan yang lebih banyak mendatangkan keuntungan daripada yang dilakukan orang-orang sebelumnya. Demikian juga dengan akhlaknya yang luhur dan parasnya yang baik sehingga ia dapat menarik kecintaan dan penghormatan Maisaroh kepadanya. Sebelun mereka kembali, mereka membeli barang-barang dagangan dari orang Suriah yang disukai oleh Khadijah. 

Akhirnya, kembalilah Muhammad beserta Maisaroh ke Mekah dengan membawa keuntungan yang sangat memuaskan, melebihi perkiraan Khadijah. Seluruh uang dan keuntungan yang diperoleh dari hasil perdagangan itu diserahkan kepada Khadijah. Seluruhnya telah dicatat dengan rapi oleh Maisaroh. Muhammad pulang ke rumahnya, setelah ia menerima imbalan dari Khadijiah; yang telah menyampaikan ucapan terima kasih kepadanya. 

Setelah Muhammad meninggalkan Khadijah, Maisaroh melaporkan segala sesuatu yang terjadi dan yang dapat ia amati dari perjalanannya itu. Hasil pengamatannya itu antara lain :
  1. Waktu perjalanan lebih cepat dari kafilah biasa;
  2. Persediaan barang sangat cepat laku;
  3. Muhammad mendapat sambutan hangat di Suriah, terutama dari seorang pendeta Kristen;
  4. Dalam perjalanannya ke Suriah, senantiasa ada segumpal awan yang menyertainya, melindungi serombongan orang yang berjalan dari terik matahari. 

Perhatian Khadijah terhadap pemuda tampan yang cerdas dan berakhlak mulia itu kian bertambah sehingga rasa terima kasih dan kekagumannya lambat-laun berubah menjadi perhatian yang sangat khusus. Hatinya menjadi tertawan oleh Muhammad. Kini, Khadijah berada dalam kebingungan dan perasaan malu. Memang benar, ia seorang bangsawan yang kaya raya, dengan paras yang cantik, sulit mencari tandingannya. Sudah banyak orang-orang terkemuka melamarnya, namun lamaran itu selalu ditolak olelhnya. Ketika itu, Khadijah berusia 40 tahun sedang Muhammad berusia 25 tahun. 

Kini, Khadijah yang berusia lebih tua dari Muhammad, jatuh cinta kepadanya. Pandangan matanya telah menembus kalbu. Pernah pada suatu saat, Nufaisa binti Munya (sahabat perempuan Khadijah) mendatangi Muhammad seraya berkata, “Mengapa engkau tidak mau menikah?” Muhammad menjawab, “Aku belum memiliki sesuatu untuk persiapan pernikahan.”
Nufaisa berkata, “Kalau itu disediakan dan wanita yang melamarmu itu cantik, berharta dan terhormat, apakah engkau tidak mau menerimanya?”
Muhammad bertanya, “Siapa itu, wahai Nufaisa”.
“Khadijah,” jawab Nufaisa. 

Pada mulanya, Muhammad agak terkejut mendengar tawaran Nufaisa itu, karena tidak mengira kalau Khadijah menaruh hati kepadanya. Ia pun belum mempunyai persiapan, padahal setiap melangsungkan pernikahan tentu ada sejumlah biaya yang harus dikeluarkan, Sementara itu, ia tidak ingin memberatkan pamannya. Tetapi, persoalan biaya sepenuhnya telah dijamin oleh Khadijah. Namun demikian, Muhammad merasa perlu memusyawarahkan dengan keluarganya, dcngan paman-pamannya. 

Setelah dimusyawarahkan dengan Abu Thalib, lamaran Khadijah diterima oleh Muhammad. Pernikahan Muhammad dan Khadijah ternyata diberkahi Allah. Di sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Muhamniad. Dimulainya kehidupan suami-istri yang harmonis. 

Selama kurang lebih 25 tahun, Khadijah hidup hersama Muhammad dan selama itu pula ia melahirkan dua orang anak laki-laki dan empat orang anak perempuan. Mereka adalah Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummi Kulsum, dan Fatimah. Semua anak laki-laki Nabi meninggal dunia sewaktu masih kecil, dan diantara anak perempuannya hanya Fatimah yang hidup sampai Nabi wafat. Ia meninggal dunia 6 bulan sesudah Nabi wafat.

Sebagai seorang kepala keluarga, Muhammad senantiasa menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara sempurna, sehingga beliau menjadi teladan bagi niasyarakat. 

Sagai seorang ayah, beliau merawat dan mendidik anak-anaknya sampai kepada hal- hal yang paling remeh sekalipun. Bila anaknya sakit, beliau tidak pernah meninggalkannya. Beliau menjaganya, baik siang maupun malam. 

Sebagai seorang suami, Muhammad senantiasa memperlihatkan cinta dan kasihnya yang mesra dengan cara yang santun terhadap istrinya. Dengan sifat yang demikian itu, tidak mengherankan jika Khadijah mencintai dan patuh kepadanya. Tidak juga mengherankan bila Muhammad dibebaskan mengurus seluruh harta kekayaannya. Khadijah rela Muhannad menggunakannya untuk apa pun, karena Ia yakin hahwa suaminya tidak akan membelanjakan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat.

Ketika Muhammad mendapatkan Khadijah yang kaya raya sebagai istrinya, mungkin ada yang mengatakan bahwa Muhammad adalah seorang suami yang beruntung. Namun, hal itu tidak membuat Muhammad menjadi 

sombong atau bakhil. Beliau adalah seorang yang pemurah, orang yang tidak tega melihat orang lain berada dalam kesulitan. Beliau tidak segan-segan untuk mengulurkan tangan kepada mereka. Beliau membebaskan budak-budak dengan tebusan yang mahal. Juga membayarkan utang orang-orang miskin.

Kisah Nabi Muhammad SAW Di Masa Muda

Kisah Nabi Muhammad SAW Di Masa Muda, kisah nabi muhammad, cerita nabi muhammad, sejarah nabi muhammad, nabi muhammad saat muda, jaman muda nabi muhammad, kebiasaan nabi muhammad saat muda
Sekembali dari Suriah, Muhammad menyertai pamannya dalam berbagai kegiatan, seperti menyediakan air untuk para pendatang yang akan berihadah di Ka’bah dan aktivitas lain nya. 

Pada usia 15 tahun, Muhammad ikut berperang dalam Perang Fijar, perang antara kaum Quraisy dengan kaum Qais. Disebut Perang Fijar, karena perang tersebut terjadi dan terus berlangsung sampai datangnya bulan suci, yakni bulan tidak diperkenankannya berperang di bulan tersehut. Dalam perang ini, Muhammad tidak pernah membunuh musuh sukunya secara langsung. Beliau hanya bertugas menyediakan anak-anak panah bagi pamannya.

Usai Perang Fijar, Muhammad ikut mendirikan suatu organisasi sosial yang bernarna Hiful- Fudul. Organisasi sosial ini bertujuan untuk membantu orang-orang miskin dan orang-orang yang teraniaya, baik yang berasal dari penghuni setempat maupun pendatang. Mereka mendapat perlindungan dan hak yang sama. 

Mereka yang menjadi anggota organisasi sosial itu bersurnpah, antara lain :
  1. Bahwa setiap anggota Hiful-Fudul, harus bersama-sama membantu orang yang teraniaya atau tertimpa musibah;
  2. Bahwa jika ada barang-barang yang dirampas atau dicuri, mereka akan mengusahakan untuk menuntut pengembalian dari oknum yang merampasnya;
  3. Bahwa jika barang-harang itu tidak berhasil diperoleh kembali, mereka menggantinya secara gotong-royong;

Dengan didirikannya organisasi sosial inilah, kota Mekah menjadi aman dari segala macam kejahatan dan penganiayaan. Penduduk kota Mekah sangat berterima kasih kepada Muhammad atas segala usaha dan jasanya. Beliaulah yang telah mencetuskan ide sekaligus menjadi penggerak organisasi itu. Beliau melaksanakan prinsip-prinsip organisasi secara jujur dan tidak pilih kasih. 

Atas segala keberhasilannya itu, nama Muhammad menjadi populer di kalangan penduduk kota Mekah, dan mereka senang dengan Muhammad sehingga mereka memberikan julukan Muhammad Al Amin. Artinya, orang yang benar-benar dapat dipercaya. Beliau selalu memegang teguh janjinya. Seorang pun belum pernah mendapatkan dia  berbohong.

Shalawat Untuk Menghafalkan Al Qur’an

Shalawat Untuk Menghafalkan Al Qur’an, doa menghafal al quran, doa memudahkan menghaffal al quran, mudah menghafal al quran, faedah shalawat, fadhilang shalawat, keutamaan shalawat, manfaat shalawat.




ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA AALIHI WA SHAHBIHI SHALAATAN ANAALU BISIRRIHAA HIFZHAL QUR’AANI WA ‘AMALA BIHI WARZUQNII MINHU ‘ILMAN MUNIIRAN WA SALLIM TASLLIIMAN KATSITRAN.
 

Artinya :
Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. dan keluarganya serta shahabat-shahabatnya, dengan limpahan rahmat yang saya dapat memperoleh rahasianya di dalam menghafal Al Qur’an dan mengamalkannya. Dan berilah aku rizki dari Al Qur’an itu berupa ilmu yang bercahaya, serta limpahan keselamatan yang banyak.
 
Khasiatnya :
Barangsiapa yang sedang menghafalkan Al Qur’an, maka sebaiknya ia membaca shalawat ini. Karena shalawat ini sangat berfaedah sekali untuk menolong orang yang berkeinginan untuk menghafal serta mengamaikan ilmu yang terkandung dalam Al Qur’an.

Shalawat Untuk Melapangkan Kesempitan Dan Menghasilkan Maksud

Shalawat Untuk Melapangkan Kesempitan Dan Menghasilkan Maksud, doa melapangkan rizki, doa melapangkan kecsempitan, doa agar maksud tercapai, faedah sholawat, fadhilah shalawat, keutamaan shalawat, manfaat shalawat




ALLAAHUMMA SHALLI ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADINIL HABIIBIL MAHBUUBI SYAAFIL ‘ILALI WA MUFARRJIL KURUUBI WA ALAA AALIHI WA SHAHBIHI WA SALLIM.
 

Artinya :
Ya Allah, limpahkarnah rahmat kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. yaitu kekasih yang dicintai, yang menyembuhkan segala penyakit dan melapangkat kesempitan, serta limpahkanlah kepada keluarga, sahabat-sahabatnya dan berilah keselamatan.
 
Khasiatnya :
Barang siapa membaca shalawat ini, rutin dalam sehari minimal 10 kali, Insya Allah segala kesukaran akan dipermudah dan apa yang dituju dapat tercapai.

Shalawat Agar Supaya Dapat Bertemu Dengan Nabi SAW

Shalawat Agar Supaya Dapat Bertemu Dengan Nabi SAW

ALLAAHUMMA SHALLI ALAA RUUHI SAYYIDINAA MUHAMMADIN FIL ARWAAHI WA SHALLI ALAA JASADIHI SAYYIDINA MUHAMMADIN FIL AJSAADI WA SHALLI QABRA SAYYIDINAA MUHAMMADIN FIL QUBUURI ALLAAHUMMA BALLIGH RUUHA SAYYIDINA MUHAMMADIN MINNII TAHIYYATAN WA SALAAMAN.

Artinya :
Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada ruhnya junjungan kita Nabi Muhammad saw. di dalam semua arwah. Limpahk anlah rahmat kepada jasadnya junjurtgan kita Nabi Muhammad saw. di dalam semua jasad. Dan limpahkanlah rahmat kepada makamnya junjungan kita Nabi Muhammad saw. di dalam semua makam. Ya Allah, sampaikanlah kepada ruhnya junjungan kita Nabi Muhammad saw. dari saya, sebagai penghormatan dan keselamatan.
 
Khasiatnya :  
Barangsiapa mau membaca shalawat ini, Insya Allah akan dapat bertemu dengan Nabi saw. Di dalam mimpi.

Suara Wanita Menurut Islam (Dialog Wanita dan Islam)

Suara Wanita Menurut Islam (Dialog Wanita dan Islam)

Wanita bertanya : suara wanita itu apakah termasuk kedalam aurat?
Islam Menjawab : apabila suara itu terdengar manja atau merayu,mendesah-desah dan sengaja dibuat-buat dengan sikap yang seronok, memancing birahi atau nafsu syahwat laki,laki, maka suara yang denikian itu yang dinamakan aurat. Sebagaimana dalam firman Allah yang berbuny i:
“karena itu janganlah kamu tunduk dalam berbicara,sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, tetapi ucapkanlah perkataan yang baik.”(Q.S Al-Ahzan :32)

Jadi ucapan yang baik dan sopan itu bukan aurat. Tetapi ucapan yang tidak sopan dan tidak baik itu yang termasuk aurat. Kemudian dalam kitab “ Al-fiqih Alal Madzahibil Arba’ah” menjelaskan, bahwa suara wanita buka aurat, sebab istri-istri  Rasulullah Saw, berbicara dengan para sahabat yang bertanya soal hukum hukum agama dan istri beliau itu menjawab. Jadi yang dilarang adalah apabila suara itu dikuatirkan dapat menimbulkan fitnah, meskipun ketika seorang wanita membaca alquran. 

Sumber : Buku Imam Turmudzi "Dialog Wanita dan Islam" 

Sunday 28 August 2016

Bagaimana Hukum Shalat Bagi Pengantin Saat Resepsi Pernikahan

Bagimana Hukum Shalat Bagi Pengantin Saat Resepsi, sholat saat resepsi, hukum sholat saat nikah, sholat saat nikah.
Tanya : Begini Kiyai, kami mau menanyakan hukum shalat seorang pengantin. Dikarenakan sejak atau sebelum waktu shalat Zhuhur dia ditata perias. Ketika waktu shalat tiba, masak yang sudah dirias berjam-jam itu dihilangkan? padahal kalau dirias lagi, hal itu memakan waktu lama. Bagaimana cara shalatnya dan seperti apa pula hukumnya? (Amin MF, Jepara)

Jawab : Seperti telah kita ketahui bersama bahwa shalat lima waktu mulai Shubuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’ adalah wajib hukumnya bagi setiap mukallaf, yaitu orang Islam yang telah baligh dan berakal. Selagi orang masih berstatus mukallaf dalam kondisi dan situasi bagaimanapun, kewajiban shalat tidak bisa gugur. Tidak terkecuali dalam hal ini seorang pengantin. Dalil-dalil tentang hal itu banyak disebutkan dalam Al-Quran maupun hadis. Allah berfirman :
Artinya: "Dirikanlah shalat” (QS. A1-Baqarah: 43)

Sesuatu yang wajib apabila ditinggalkan dengan sengaia maka akan mengakibatkan dosa bagi pelakunya. Kaitannya dengan shalat, Imam lbnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya Az-Zawajir menjelaskan, meninggalkan shalat dengan sengala tanpa ada udzur termasuk dosa besar (al-kahair). 

Shalat hanya boleh ditinggalkan karena dua alasan, yaitu : lupa dan tidur. Itupun, masih ada kewajiban mengqadha’ Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. Bersabda :
Artinya : “Apabila seseorang tertidur dalam waktu shalat atau lupa, maka shalatlah ketika mengingatnya.” (HR. Muslim) 

Shalat harus dikerjakan tepat pada waktunya. Mengerjakan shalat sebelum atau sesudah waktunya tidak dibenarkan, bahkan termasuk dosa besar (min al-kabait). Allah berfirman dalam Al-Quran :
Artinya : “Sesungguhnya shalat itu atas orang-orang yang beriman adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya.” (QS. An-Nisa’: 103) 

Setiap shalat mempunyai waktu sendiri-sendiri. Ketepatan waktu menjadi salah satu syarat keabsahan shalat. Konsekuensinya, barangsiapa mendirikan shalat sebelum waktunya tiba, diwajibkan mengulang kembali. 

Salah satu ciri agama Islam adalah mudah dilaksanakan dan tidak memberatkan (al-yusr atau ‘adam al-haraj). Oleh karena itu, dalam situasi dan kondisi tertentu, seseorang diperbolehkan menjamak shalat, yaitu menggabungkan dua shalat dalam satu waktu, Zhuhur misalnya digabungkan dengan Ashar atau shalat Maghrib dengan Isya’. Jika pada waktu pertarna disebut Jamak taqdim, kalau pada waktu kedua dinamakan jamak ta‘khir. 

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan sebab-sebab diperholehkannya menjamak shalat. Pendapat yang populer dikalangan fuqaha Syafi’iyah hanya memperbolehkan jamak dalam keadaan bepergian dan hujan dengan syarat-syarat tertentu, serta haji di Arafah dan Muzdalifah. (Al-Fiqh Al-Islami wa Adiliatuh II, 1377). 

Dengan demikian, menurut Madzhab Syafi’i, tidak diperbolehkan menjamak shalat bagi pengantin dengan alasan merusak make up. 

Oleh karena itu, solusi yang bisa ditawarkan kepada pengantin adalah memilih saat merias dengan tepat. Misalnya, begitu datang waktu Zhuhur, pengantin langsung shalat, lalu dirias. Pukul lima sore, pengantin shalat Ashar. Begitu waktu maghrib datang, langsung shalat untuk selanjutnya dirias kembali. Shalat Isya’ dapat dikerjakan sampai lewat tengah malam, asal fajar belum terbit. 

Langkah tersebut paling aman dan mengun-tungkan. Karena pada satu sisi, jelas tidak melanggar syara pada sisi lain kesempatan merias pengantin relatif lama.
Benar, bahwa waktu pernikahan merupakan moment kebahagiaan serta sejarah manis dalam kehidupan. Tapi jangan sampai perasaan yang amat bahagia tersebut kemudian kita malah lalai dan sengaja meninggalkan kewajiban yang paling asasi sebagai makhluk, yaitu untuk beribadah kepada Allah.
Perhatikan firman Allah berikut ini :
Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz zariyat: 56) 

Justru nikmat kebahagiaan tersebut mesti kita syukuri misalnya dengan tetap menjalankan shalat lima waktu yang menjadi rukun Islam kedua. Bukan malah dinodai dengan pelbagai bentuk kemungkaran.

Hukum Nikah Dengan Wali Saudara Menurut Fikih Islam

Hukum Nikah Dengan Wali Saudara Menurut Fikih Islam, hukum wali saudara, sah apa tidak saudara jadi wali nikah, wali nikah, saudara jadi wali nikah, sahnya nikah, syarat wali nikah, siapa saja yang bisa jadi wali nikah.
Tanya : Seorang gadis akan menikah, sementara ayahnya yang bertugas sebagai pelaut masih dalam pelayaran. Dalam akad nikah, yang menjadi wali kemudian adalah saudaranya. Padahal kakeknya ada dan siap menjadi wali. Bagaimana hukum pernikahan tersebut?

Jawab : Belum lama berselang telah pernah diterangkan, urutan orang yang berhak menjadi wali dalam pernikahan. Pertanyaan di atas, pokoknya mungkin adalah bagaimana bila urutan wali pernikahan tersebut tidak dilakukan menurut apa yang telah ditegaskan dalam berbagai kitab fikih dan juga dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia? 

Dalam berbagai kitab fikih, di antaranya Al-Umm, Bujairami ‘ala Minhaj. Madzahibu Al-Arba ‘ah dan lain-lain diterangkan, urutan atau tartib dalam masalah wali merupakan syarat dalam pelaksanaan akad nikah. Harus mendahulukan ayah, bila berhalangan digantikan oleh kakek, demikian seterusnya menurut urutan yang telah ditentukan. Kalau tartib merupakan syarat, tentunya tidak dapat diabaikan begitu saja. 

Diterangkan dalam berbagai kitab Ushul Fiqh, bahwa syarat adalah “ma yatawaqqafu ‘alaihi sihhatu asy-sy’i wa laisa huwa minhu” (sesuatu yang sah atau tidaknya sesuatu yang lain tergantung kepadanya, dan ia bukanlah bagian dari sesuatu tersebut). Dan sisi lain, perwalian merupakan hak bagi mereka dan tidak dapat diambil oleh pihak lain. 

Dari keterangan tersebut dapat diketahui, pernikahan mana yang menjadi wali adalah saudara, sementara kakek yang lebih berhak ada dan siap, dapat dianggap tidak sah. Terkecuali ada mandat dari pihak kakek kepada saudara térsebut.

Dalam kasus semacam itu, -bila memang terjadi- adalah mengulangi lagi akad nikah tersebut, agar terhindar dan hal- hal yang dilarang oleh agama.

Hukum Kawin Paksa Menurut Fikih Islam

Hukum Kawin Paksa Menurut Fikih Islam, kawin paksa dalam kacamata islam, islam memandang kain paksa, kawin paksa.
Tanya : Dalam kehidupan sehari-hari, kadang-kadang terjadi seorang anak perempuan dipaksa menikah oleh bapaknya. Karena merasa tidak cocok, semisal ingin melanjutkan pendidikannya, dia pun menolak. Kalaupun menerima, tidak sepenuh hati. Bagaimana hukum kawin paksa itu?

Jawab : Setiap insan tentu ingin membina rumah tangga dengan jalan melangsungkan perkawinan. Suatu keinginan yang mulia dan sangat wajar. Tak seorang pun mengingkari, dalam diri manusia terdapat hajat atau syahwah jinsiyah (kebutuhan atau nafsu biologis), yang sengaja diberikan oleh Allah untuk menjaga perkembangbiakan manusia (tannasul) sebagai prasyarat proses imarah al-ardh (memakmurkan bumi) secara berkesinambungan. 

Sudah pasti pula, perkawinan tersebut diharapkan dapat memberikan kebahagiaan lahir batin, suatu keadaan yang sering kita istilahkan dengan penuh ma waddah, mahabbah, dan rahmah. Karenanya gagasan tentang “rumahku surgaku di dunia” dapat menjadi nyata. 

Kiranya disepakati, penentuan calon pendamping baik istri maupun suami merupakan masalah yang paling serius bagi yang berhasrat akan menikah. Proses tersebut hendaknya dilakukan dengan penuh kehati-hatian, karena akan sangat mempengaruhi secara langsung terhadap tujuan pencapaian perkawinan yang diidealkan.
Permasalahannya menjadi agak rumit, tatkala dalam memilih jodoh ternyata seseorang tidak bisa lepas dari keterlibatan orang tua, sehagai pihak yang menjadi perantara kehadirannya di dunia. 

Di samping alasan moral tersebut, orang tua juga merasa memiliki alasan ikut menentukan sang calon, berupa keinginan membahagiakan anaknya, menjaga nama baik, meneruskan misi, dan lain-lain serta serangkaian cita-cita yang sangat wajar dan normal bagi mereka. 

Keterlibatan mereka akan menyebabkan terjadi proses tarik-menarik antara harapan dan kepentingan si anak dengan harapan dan kepentingan orang tua, yang kita tahu memang tidak selamanya sama. Bahkan kadang-kadang cenderung berlawanan, misalnya anak menginginkan suami yang sederhana asal berbudi luhur, sedangkan orang tua lebih memprioritaskan aspek material daripada pertimbangan moral keagamaan. 

Perbedaan tersebut pada gilirannya akan mengakibatkan adanya ketidaksamaan dalam membuat kriteria calon yang diinginkan, yang kalau tidak bisa dikompromikan lewat pencarian solusi yang memuaskan kedua pihak, tidak mustahil akan terjadi perbuatan-perbuatan yang nekat dan irasional, seperti kawin lari, bunuh diri, atau menunjukkan diri ke dalam dunia hitam yang justru merugikan diri sendiri. Hal ini adalah suatu kenyataan yang sangat kita sesalkan. 

Selanjutnya, bagaimana sikap (ulama atau ahli fikih) dalam masalah tersebut? ini merupakan permasalahan yang layak untuk dikedepankan di tengah-tengah giatnya upaya emansipasi perempuan pada zaman ini yang kadang-kadang secara salah kaprah dimengerti sebagai persamaan dalam segala aspek kehidupan tanpa melihat sisi-sisi perbedaan sehingga terjebak dalam sikap ifrath.

Dalam Madzhab Syafi’i, sebagaimana termaktub pada litreratur-literatur fikihnya, ternyata diakui adanya wali mujbir -bapak atau kakek- yang memiliki hak memaksa anak perempuannya yang masih perawan. Hak ijbar tidak berlaku untuk perempuan bukan perawan untuk menikah dengan laki-laki tanpa persetujuannya. 

Pendapat tersebut secara implisit mengakui orang tua sebagai pihak yang lebih tahu dan berpengalaman menentukan pasangan anaknya. Nilai lebih itu kemudian dilengkapi adanya rasa kasih sayang yang sudah menjadi fitrahya. Perpaduan antara pengalaman, kebijaksanaan, dan kasih sayang ini bila berjalan sebagaimana mestinya tampaknya cukup menjamin hak memaksa yang dimiliki tidak akan membawa pada keputusan keliru.

Namun sangatlah berbahaya, bila masalah hukum hanya didasarkan atas kasih sayang semata. Karenanya hak ijbar (memaksa) tersebut hanya bisa diberlakukan, jika telah memenuhi beberapa persyaratan yang sangat ketat, seperti antara anak dan wali tidak terjadi permusuhan yang jelas diketahui masyarakat sekitar, anak tidak terlibat permusuhan dengan calon pasangan, baik secara terang-terangan maupun tidak, sang calon harus setara dan kaya dalam arti mampu memenuhi kewajiban-kewajibanfnya sebagai suami dan mampu pula membayar mahar. Kalau keempat syarat tersebut tidak dipenuhi, pernikahannya tidak sah. 

Selain itu, ada satu hal lagi yang bila tidak dipenuhi, maka sang wali berdosa, meski pernikahannya tetap sah, yaitu jumlah mahar tidak kurang dari mahar mitsil (sesuai dengan mahar yang diterima saudara-saudara perempuan dan kerabatnya). Berupa mata uang yang lazim digunakan di daerahnya serta diserahkan secara kontan. Ketentuan itu secara lengkap dijelaskan dalam kitab Al-Fiqhu ‘ala Al-Madzahib Al-A rba‘ah.

Yang dimaksud setara atau dalam bahasa arahnya al-kufu ialah sederajat atau setingkat dalam aspek, nasab status (kemerdekaan, profesi dan agama). Perempuan yang salehah tidak setara dengan laki-laki yang tidak bermoral. Perempuan yang berasal dari keluarga dengan profesi terhormat tidak setara dengan yang berprofesi kurang terhormat. 

Kesetaraan itu seperti disinggung dalam kitab Fath Al-Mu‘in merupakan hak anak dan orang tua. Si anak herhak menolak dikawinkan dengan laki-laki yang bukan setara tanpa persetujuannya, orang tua juga berhak menolak keinginan anaknya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak setara. Jika seorang perempuan mempunyai hasrat menikah dengan laki-laki yang setara, maka orang tua tidak boleh menolak atau melakukan al-adhul. 

Perlu juga diperhatikan, hak ijbar yang telah memenuhi syarat tersebut, menurut Muktamar Nahdlatul Ulama, dengan merujuk pada kitab Al-Bujairami ‘ala Al-Iqna hanya diperkenankan jika tidak dikhawatirkan membawa akibat yang fatal. Lebih jauh disinggung bahwa yang dimaksud “diperkenankan” pada kasus ijbar di sini bukan berarti mubah, melainkan makruh, yang berarti perkawinan semacam itu sebaiknya tetap dihindari. Sebaliknya dianjurkan (sunah) meminta izin dan persetujuan si anak. Hak ijbar juga dijumpai dalam Madzhab Maliki dan Hanbali. 

Selain pendapat tersebut, ada juga ulama yang tidak mengakui hak ijbar terhadap anak perempuan yang telah baligh secara mutlak, baik perawan maupun janda. Mereka adalah pendukung Madzhab Hanbali. Pendapat itu sangatlah beralasan. Sebab jika dalam masalah jual beli saja unsur faradhi (kerelaan, lawan dan ikrah, paksaan) menjadi Syarat keabsahan akad, tentu hal yang sunah -bahkan Iebih baik- juga berlaku dalam perkawinan yang jauh lebih penting. Karena hal ini mencakup kehidupan seseorang secara langsung dalam jangka panjang. Pendapat itu diperkuat asumsi, adalah hak setiap manusia menentukan nasib sendiri.

Di samping alasan-alasan rasional, mereka juga menyalurkan dalil tekstual (naqly) berupa hadis riwayat Imam Abu Majah yang dinukil dalam isi kitab Al-Halal wa Al-Haram Ii Al-Islam, yang mengesahkan tentang seorang perempuan datang kepada Rasulullah Saw. mengadukan nasib telah dinikahkan bapaknya dengan anak laki-laki saudaranya(keponakan) yang tidak disukainya. Akhirnya Rasulullah menyerahkan urusan perkawinan kepadanya. Dalam arti, dia diberi hak membatalkan perkawinan tersebut. Anehnya dia tidak mau, bahkan berkata, “Saya memperbolehkan tindakan bapakku, cuma saya ingin memberitahukan kepada para perempuan bahwa orang tuanya tidak berhak apa-apa atasnya. Artinya mereka tidak berhak memaksa.” 

Pertimbangan-pertimbangan itulah yang mungkin mendorong Tim Perumus Kompilasi Hukum Islam, yang menjadi pedoman para hakim di pengadilan-pengadilan agama di Indonesia, pada bab IV tentang Rukun dan Syarat Perkawinan, pasal 16, bagan dan buku 1 tentang Hukum Perkawinan menetapkan bahwa perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai. 

Ketentuan itu selanjutnya diperjelas lagi dengan Pasal 17 sebagai konsekuensinya yang berbunyi, “Bila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai, maka perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan.” 

Dan uraian itu dapatlah diranik satu kesimpulan, persetujuan calon mempelai hendaknya mendapat perhatian sewajarnya. Meminta persetujuan si anak, selain dianggap baik dari sisi pengamatan ajaran Rasulullah Saw., juga didukung kaidah fikih al-khuruj min al khilafmustahab, keluar dari perbedaan dengan mengompromikan pendapat yang berbeda-beda adalah sunah.

Satu dari lain hal yang perlu mendapat perhatian, manusia tidak terdiri atas jisim semata. Dia juga memiliki jiwa dan perasaan sehingga kebahagiaannya pun hanya akan sempurna, jika kebutuhan keduanya terpenuhi dengan cukup dan seimbang. Kedua aspek itu saling mempengaruhi, dan oleh karenanya dalam setiap pengambilan keputusan apa jenisnya mesti dipertimbangka. Tidak terkecuali dalam hal ini masalah perkawinan.

Pandangan Fikih Islam Terhadap Pasangan Sesama Jenis

Pandangan Fikih Islam Terhadap Pasangan Sesama Jenis, hukum homo seksual, hukum homo, islam memandang homo, homo menurut islam, hukum lesbian
Tanya : Begini Kiyai, saya mempunyai permasalahan dalam orientasi s*ks yang mempunyai ketertarikan pada sesame jenis. Saya tidak tahu apa penyebabnya, demikian pula saya tidak berdaya bahkan rasanya mustahil mengubah perilaku negatif tersebut. Bagaimana posisi saya (h*mo s*ks) dalam perspektif syariat Islam dan bagaimana langkahterbaik yang harus saya tempuh dalam mengarungi kehidupan dunia ini terutama tentang pernikahan? (Ubaidillah F, Purworejo) 

Jawab : H*mo s*ks sering dimaknai sebagai hubungan s*ks antara sesama laki-laki baik dengan cara memasukkan alat kelamin ke dalam dubur atau anus sejenisnya. Perilaku ini disebut liwath atau dalam istilah medis dinamakan an*l s*ks. Cara lain dapat juga dengan memasukkan alat kelamin di antara dua pangkal paha sejenisnya yang disebut mufalthadzah.

Terhadap hubungan s*ks antara sesama laki-laki dengan cara liwath maupun mufakhadzah, para ulama sepakat bahwa hukumnya haram bahkan di anggap sebagai perilaku yang sangat menjijikkan, keji dan melebihi hewan. Karena hewan saja tidak melakukan hal seperti itu. 

Dalam menentukan sanksinya, ada 3 (tiga) pendapat, Imam Malik dan Imam Ahmad Ibn Hanbal memberikan sanksi dibunuh, baik yang mengerjai maupun yang dikerjai dengan alasan hadis riwayat Imam Lima (Imam Abu Daud, Tirniidzt, Ahmad, Ibnu Majah, Nasai). Selain adanya nash :

Artinya : “Bila kalian menemukan seseorang mengerjakan pekerjaan kaum Luth (H*mo s*ks), maka bunuhlah yang mengerjai dan dikerjai. “(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibn Majah) 

Golongan Asy-Syafi’iyah berpendapat bahwa sanksi pelaku tercela itu sama dengan hukum zina berdasar hadis :
Artinya : “Apabila ada laki-laki menyetubuhi sesama laki-laki. maka keduanya adalah berzina.” 

Pendapat ketiga, golongan Hanafiyyah berpendapat bahwa hal itu tidak sama dengan zina. Karena itu, maka sanksinya cukup dengan ta’zir (hukuman yang dapat menjadikan orang jera). 

Pada dasarnya para ulama yang berpendapat bahwa haram malakukan hubungan s*ks antara sesama laki-laki atau yang tidak lazim dan tidak wajar, adalah bertolak dari firman Allah sebagai berikut :
Artinya : “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miiki. maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” (QS. A1-Mu’minun: 5-6)  

Kebutuhan biologis manusia berupa kepuasan s*ks, dalam syariat Islam bukan sekedar watak manusiawi yang tanpa makna. Karena manusia hidup totalitas sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang diciptakan Allah lebih sempuma dan mulia.
Memang, manusia sulit untuk tidak memenuhi kebutuhan s*ksnya, namun pemenuhan itu tidaklah kemudian dilakukan secara bebas yang absolut, tetapi ada batas-batas tertentu yang secara normatif disetujui oleh masyarakat lingkungannya maupun ajaran agama yang ia yakini kebenarannya. Karena bila tidak demikian maka ia akan kehilangan kesempurnaannya dan kemuliaan, yang pada gilirannya juga akan menghilangkan identitas dirinya. Kebebasan hubungan s*ksual yang absolut, disadari maupun tidak akan mengakibatkan perilaku yang tidak normatif dan sudut pandang sosial maupun agama. Akibatnya timbul kerusakan moral dan kehormatan yang tidak mustahil juga kerusakan jasmani. 

Problema yang dihadapi para pelaku h*mo s*ks dan pelaku free s*x umumnya bukan sekedar hasrat terhadap pemenuhan kebutuhan s*ks semata, tetapi sudah merupakan perilaku kebiasaan, fantasi, selera, hobi bahkan watak yang sangat sulit untuk diubah apalagi dalam waktu yang singkat. 

Namun demikian, penyembuhan terhadap permasalahan Anda bukanlah hal yang mustahil. Ada banyak hal yang bisa dilakukan sebagai langkah penyembuhan h*mo s*ks atau kelainan s*ks yang lain. Hal itu bisa berlaku secara individual dengan cara memperbanyak ibadah, dzikir, atau aktivitas yang dapat mengurangi pada dorongan s*ks, semisal tidak bergaul dengan sesama pelaku h*mo s*ks. Namun rasanya terapi individual ini relatif sangat sulit karena manusia ketika ia sendirian tetaplah manusia, ia akan berperilaku sesuai dengan dorongan psikis pribadinya. Saya yakin semua orang tahu bahwa h*mo s*ks adalah perilaku s*ks yang tidak sehat dan keliru tetapi kadang orang tidak kuasa untuk mengendalilannya. Apalagi ketika nafsu s*ksual sudah hegitu menguasai dirinya, orang seringkali kehilangan kontrol. Oleh karena itu, terapi individual ini tidak bisa tidak harus juga didukung oleh niatan serta tekad yang kuat untuk sembuh, kesadaran sekaligu disiplin yang tinggi. 

Tipis kemungkman orang dapat sembuh dan kelainan psikis s*ks ini dengan sendirinya, karena itu tidak ada salahnya usaha penyembuhan itu juga melibatkan orang lain seperti menikah misalnya. Karena dengan demikian akan ada interaksi dengan sang istri yang tidak menutup kemungkinan akan bisa memberikan kontribusi besar pada Anda, setidak-tidaknya memberikan penyaluran s*ks yang sehat, atau bergaul dengan pribadi-pribadi atau komunitas masyarakat yang memperhatikan norma-norma sosial serta agama dengan baik yang tidak membenarkan adanya h*mo s*ks atau aktivitas free s*x yang lain. Bila memungkinkan, mintalah bantuan dari psikiater.

Apa Hukum Bunga Bank Menurut Fikih Islam ?

Hukum Bunga di Bank Pemerintah dan Swasta
Tanya : Apakah ada perbedaan dalam hukum menabung antara bunga di bank pemerintah dan swasta? (Mutammimah, Salatiga) 

Jawab : Pengharaman riba oleh para ulama sudah tidak diragukan lagi karena tidak sesuai dengan rasa kemanusiaan. Al Quran secara eksplisit menegaskan hal itu. Dalam surat Al Baqarah ayat 275, Allah berfirman:
Artinya : “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. A1-Baqarah: 275) 

Ayat yang sejalan dengan ayat ini banyak. Demikian pula dengan hadis yang berfungsi sebagai penjelas kandungan Al Quran yang masih bersifat global. 

Kesepakatan tentang status hukum riba ternyata tidak disertai kesepakatan dalam menentukan bentuk dan kriteria riba yang diharamkan. Ada bentuk-bentuk transaksi yang disepakati sebagai praktik riba yang hukumnya haram, tetapi ada pula tindakan yang diperselisihkan, apakah termasuk praktik riba atau tidak. 

Perbedaan penilaian itu, mau tidak mau membawa akibat terhadap perbedaan status hukumnya. Termasuk yang disebut terakhir adalah bunga bank pada zaman ini. Apakah termasuk riba yang dilarang atau tidak? Masing-masing mempunyai alasan, dalil dan pertimbangan sendiri-sendiri.

Salah satu penyebab khilaf tersebut adalah kenyataan bahwa bank belum dikenal pada zaman Rasulullah Saw. Nah, ketika turun ayat yang melarang riba, apakah yang dimaksud praktik riba yang dikenal saat itu, yang memang tidak manusiawi, eksploitatif, dan untuk kepentingan konsumtif, ataukah mencakup model bank sekarang yang umumnya diperuntukkan membiayai usaha-usaha produktif? 

Sedangkan yang dimaksud bank di sini, mencakup bank pemerintah dan swasta. Karena, di antara keduanya tidak ada perbedaan. Lain halnya dengan bank syariah yang menerapkan sistem mudharabah atau syirkah, jelas diperbolehkan syara.

Karena pertimbangan-pertimbangan itulah, ulama NU dalam salah satu maklumatnya setelah melakukan kajian secara matang, memutuskan hukum bunga bank (nasional maupun swasta) ada 3 (tiga), haram, halal dan syubhat (tidak jelas halal maupun haramnya). 

Dengan keputusan tersebut, bukan berarti NU bersikap ambivalen. Ketidaktegasan itu justru karena didasari sikap objektif dan kejujuran ilmiah. Hal itu bukan hanya milik NU. Para ulama juga banyak yang bersikap seperti itu. 

Tidak mustahil, dalam satu kasus terdapat beberapa kemungkinan hukum akibat ada tarik-menarik beberapa dalil. (lihat Ahkam Al-Fuqaha, kumpulan hasil bahfsul masail Muktamar NU).

Saturday 27 August 2016

Tiga Landasan Aqidah Islam Yang Harus Kita Ketahui

Tiga Landasan Aqidah Islam Yang Harus Kita Ketahui

Akidah (bahasa arab: اَلْعَقِيْدَةُ; transliterasi: al-'Aqīdah) dalam istilah islam yang berarti iman atau percaya yakin.  Ada tiga landasan utama yang wajib diketahui oleh setiap muslim dan muslimah, tiga hal tersebut merupakan landasan seorang hamba untuk mempunyai aqidah yang kuat menjadi seorang muslim dan mukmin. tiga landasan tersebut adalah :
 1. Jika seorang muslim dan muslimah ditanya: “Siapa Rabbmu?”  Maka Jawablah: “Rabbku adalah Allah, yang telah menghidupkanku dan memelihara semua makhluk di alam semesta ini dengan berbagai nikmat-Nya. Dialah yang aku sembah dan tidak ada yang patut sembah selain Dia semata”.  Hal tersebut sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
 “ Segala puji bagi Allah, Rabb (Tuhan) semesta alam”. {Qs. Al-Fatihah: 2}.
 2. Jika seorang muslim dan muslimah ditanya: “Apakah Agamamu?” Maka Jawablah: “Agamaku Islam” ,agama islam adalah agama yang aku pilih yang akan menolongku baik dunia  maupun di akhirat, hal tersebut sesuai dengan firman Allah Yang berbunyi:
 “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam...”.{Qs. Ali-Imran:19}.
     Ayat tersebut jelas menerangkan bahwa hanya agama islam yang diridhoi oleh Allah Rabb pemilik      seluruh alam. Hal tersebut dipertegas oleh firmannya yang berbunyi :
 “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama     itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi”. {Qs. Ali-Imran:85}
 3. Jika seorang muslim dan muslimah ditanya:: Siapa Nabimu? Maka Jawablah? ”Muhammad        bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Beliau adalah keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim,      Kekasih Allah. Beliau adalah nabi dan rosulku yang akan memberikan syafaat atau pertolongan          kepadaku diakherat nanti.
“Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita     gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang        penghuni-penghuni neraka”. Al-Baqarah (2:119)
 Ayat tersebut menjelaskan bahwa muhammad adalah seorang utusan Allah yang memberi kabar gembira dan peringatan kepada seluruh manusia. Memahami aqidah islam harus memiliki landasan yaitu keyakinan baik hati,ucap dan tingkah laku atas ikrar didalam hidup kita bahwa Tuhan kita adalah Allah S.W.T,  agama kita sampai kita mati adalah Islam, dan Nabi kita yang akan memberikan syafaat(pertolongan) di akhirat nanti yaitu Muhammad SAW dengan segala keteladana yang harus kita ikuti.

Tabir Wanita