Sunday 6 September 2015

Apakah Menyentuh Istri Batalkan Wudhu, Apa Dasar Hukumnya ?

Tanya : Apakah suami jika menyentuh istrinya dapat membatalkan wudhu? Saya pernah melihat seorang suami menyentuli istrinya, lalu shalat tanpa berwudhu lebth dahulu. (Ny. Tin Farina)

Jawab : Seperti kita makiumi bersama bahwa salah satu syarat sahnya shalat adalah suci dari hadas dan najis. Untuk menghilangkan hadas kecil, kita diwajibkan berwudhu, dan untuk menyucikan diri dari hadas besar kita diharuskan mandi.

(baca juga postingan Hal Yang Membatalkan Wudhu)

Ketika kita menanggung hadas kecil dan hendak mengerjakan shalat diharuskan berwudhu terlebih dahulu. Sebaliknya dalam keadaan suci yang perlu kita perhatikan adalah mempertahankan atau menjaga status kesucian itu dengan cara menghindari semua perkara yang dapat membatalkan wudhu. Atau hal ini secara populer dinamakan mubthilatal-wudhu atau asbab al-hadats.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah menyentuh istri oleh suami termasuk perkara yang dapat membatalkan wudhu? Permasalahan ini diajukan penanya setelah dalam satu kesempatan melihat seorang lelaki menyentuh istrinya langsung shalat tanpa berwudhu terlebih dahulu.

Kebimbangan penanya sangat wajar sekali karena dalam banyak hal istri itu secara hukum dibedakan dari perempuan lain. Perlu kita ketahui bahwa para ulama berbeda pendapat tentang batalnya wudhu akibat persentuhan kulit antara lelaki dan perempuan secara umum.

Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab: II, 30 menjelaskan paling tidak ada 7 pendapat dalam masalah tersebut.

Pertama, persentuhan kulit antara lelaki dan perempuan bukan mahram secara langsung (tanpa penghalang) dapat membatalkan wudhu baik dengan atau tanpa sengaja disertai atau tanpa sahwat.

Ini merupakan pendapat Madzhab Syafi’i. Umar bin Khaththab, Ibnu Mas’ud dan Abdullah bin Umar demikian halnya Makhul Asy-Sya’bi, Al-Nakhai dan lain-lain.

Kedua, tidak membatalkan secara mutlak. Pendapat ini kebalikan dari pendapat pertama. Para pelopornya antara lain lbn Abbas, Atho, Masruq, dan Abu Hanifah termasuk beberapa tokoh yang mendukung pendapat kedua ini.

Ketiga, persentuhan tersebut membatalkan bila disertai sahwat. Dengan demikian, persentuhan itu tidak batal kalau terjadi tanpa dengan sahwat.

Keempat, membatalkan jika dilakukan dengan sengaja.

Kelima, membatalkan kalau menyentuhnya dengan anggota wudhu.

Keenam, membatalkan jika disertai sahwat walaupun terdapat penghalang yang tipis.

Ketujuh, kalau menyentuh perempuan yang halal (istri) tidak batal. (Lihat pula Al-nzan Al-Kubra: I, 120).

Dan keterangan Imam Nawawi tampak jelas bahwa menurut madzhab Syafi’i yang selama ini kita amalkan menyentuh perempuan membatalkan wudhu. Tentu saja yang dimaskud di sini adalah perempuan yang sudah cukup dewasa dalam arti sudah dapat menarik lawan jenisnya, secara tidak tergolong mahram, yakni perempuan yang haram dinikah akibat hubungan nasab, hubungan perkawinan dan susuan.

Adapun istri, karena tidak termasuk mahram, menyentuhnya tetap membatalkan wudhu.

Kalau ditelusuri lebih dalam, salah satu penyebab timbul perbedaan di atas adalah ketidaksamaan dalam memakai kata lamastun pada ayat 43 surat An-Nisa’sebagai berikut:
Artinya: “Hal orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berialu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci, sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.“ (QS. An-Nisa’: 43)

Terhadap ayat ini, sebagian ulama mengartikannya dengan “menyentuh”. Sedangkan sebagian yang lain menginterpretasikannya dengan “bersetubuh”. Keduanya dari segi bahasa memang dimungkinkan. Keterangan lebih lanjut misalnya dapat dilihat pada kitab Rawa’i A1-Bayan  I, 477-490.

Dengan denkian, kalau penanya pernah melihat suami menyentuh istrinya langsung shalat ada beberapa kemungkinan untuk menjelaskannya.

Fertama, persentuhan tersebut tidak secara langsung, dalam arti terdapat penghalang antara kulit suam dan istri berupa kain, plastik, dan lain sebagainya.

Kedua, dia mengikuti madzhab yang tidak menganggap kejadian tersebut membatalkan wudhu, misalnya pendapat kedua.

Ketiga, orang tersebut lupa bahwa dia menyentuh istrinya.

Keempat, suami tersebut tidak mengetahui tindakannya dapat membatalkan wudhu.

Kalau dirasa sulit menghindari persentuhan kulit dengan istri khususnya atau perempuan pada umumnya, dapat saja kita berpindah madzhab dengan mengikuti madzhab Hanafi yang dikembangkan oleh Imam Abu Hanifah.

Sudah barang tentu mengikutinya harus secara total dalam satu qadhiyah, dalam hal in meliputi tata cara berwudhu dan hal-hal yang bersangkutan dengannya secara komplit, yang meliputi rukun, syarat, dan perkara yang membatalkan.

Rukun wudhu menurut Mazhab Hanafi ada empat, yakni membasuh muka, kedua tangan dan kaki, dan mengusap seperempat kepala. Sedangkan perkara yang membatalkan meliputi keluarnya sesuatu dari jalan depan dan belakang, hilangnya kesadaran, tertawanya orang shalat dengan terbahak-bahak, bersetubuh, mengalirnya najis seperti darah dan nanah dari badan, muntah-muntah sampai memenuhi mulut. (Khulashah Al-Kalam fi Arkan Al-Islam, 33-34).

Apakah Berbicara Membatalkan Wudhu ?

Tanya : Bagaimana hukumnya jika sedang wudhu menyahuti panggilan orang lain. Apakah itu membatalkan wudhu yang sedang dilakukan?

Jawab : Memang dalam kenyataan sehari-hari, kita sering menjumpai sebagian kaum muslinn berbicara dengan orang lain di tengah-tengah melaksanakan wudhu. Kenyataan tersebut tidak hanya terjadi pada anak-anak kecil yang masih sulit melepaskan diri dari kebiasaan guyonan, tapi orang dewasa pun ada yang melakukannya, meski sangat jarang.

(Baca juga postingan Hal Yang Membatalkan Wudhu)

Mengingat keabsahan wudhu berkaitan langsung dengan keabsahan shalat yang hendak dikerjakan, sudah sepatutnya fenomena yang kurang layak tersebut tidak dipertahankan. Sejauh manakah dampaknya? Apakah dapat membatalkan wudhu? Ataukah sekadar mengurangi kesempurnaan wudhu itu sendiri?

Kalau kita kembali ke literatur-literatur fikih, khususnya kitab I’anah Ath-Thalibin dijumpai keterangan bahwa di tengah mangerjakan wudhu disunahkan untuk tidak berbicara tanpa ada keperluan. Jika terdapat keperluan yang mendesak, berbicara malah bisa berubah menjadi wajib. misalnya saat berwudhu kita melihat orang buta berjalan sendirian, padahal di depannya terdapat lubang yang membahayakan dirinya. Dalam kondisi seperti itu tentu kita wajib bicara seraya berteriak memberikan peringatan kepadanya. Menyelamatka orang buta jelas lebih diutamakan daripada memenuhi anjuran untuk diam saat mengerjakan wudhu. Anjuran diam tersebut sangatlah beralasan. Bagaimanapun wudhu merupakan ibadah yang sedapat mungkin kita laksanakan dengan penuh kekhusyu’an dan konsentrasi agar terlaksana sesuai dengan garis-garis yang ditetapkan syariat sebagaimana terumus dalam kitab-kitab fikih. Sebagaimana dimaklumi, membasuh kaki, tangan, dan muka harus betul-betul merata. Jangan sampai ada bagian yang tidak tersentuh air, karena termasuk perbuatan dosa. Melakukan aktivitas tersebut tentu membutuhkan ketenangan, kehati-hatian dan konsentrasi secukupnya.

Dan keterangan tersebut dapat ditarik kesimpulan, berbicara saat berwudhu, meski kurang layak, tidak sampai membatalkan. Lain halnya dengan shalat. Berbicara pada saat mengerjakannya bisa membatalkan.

Friday 4 September 2015

Sunnah Tayamum Dan Yang Membatalkan Tayamum

Tayamum seperti yang sudah dijelaskan dlam postingan sebelumnya adalah cara bersuci pngganti air wudlu untuk melaksanakan sholat. Berikut adalah sunnah-sunnah dalam tayamum. (baca juga syarat dan rukun tayamum)

Sunah Dalam Ttayamum
1. Membaca bismillah. Dalilnya adalah hadis sunat wudu, sebab tayamum merupakan pengganti wudu. 

2. Mengembus tanah dari dua tapak tangan supaya tanah yang di atas tangan itu menjadi tipis.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Sesungguhnya cukuplah bagimu apabila kau pukulkan kedua tapak tanganmu ke tanah, kemudian engkau hembus kedua tanganmu itu, lalu engkau usapkan kedua tanganmu itu ke muka dan tapak tanganmu. (RIWAYAT DARUQUTNI)

Wakaffaika di akhir hadis menjadi alasan bagi orang yang benpendapat bahwa yang wajib disapu dari tangan ketika tayamum hanya kedua tapak tangan saja, tidak usah sampal ke siku.

3. Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai tayamum, sebagaimana sesudah selesai berwudu.

Hal-hal yang membatalkan tayamum

1. Tiap-tiap hal yang membatalkan wudu juga membatalkan tayamum.
2. Ada air. Mendapatkan air sebelum salat, batallah tayamum bagi orang yang tayamum karena ketiadaan air, bukan karena sakit.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Zar. Rasulullah Saw. telah berkata, “Tanah itu cukup bagimu untuk bersuci walau engkau tidak mendapat air sampai sepuluh tahun. Tetapi apabila engkau memperoleh air, hendaklah engkau sentuhkan air itu ke kulitmu.” (RIWAYAT TIRMIZI)

“Dari Ata’ bin Yasar, dari Abu Said Al-Khudri. Ia berkata, ada dua orang laki-laki dalam perjalanan, lalu datang waktu salat, sedangkan air tidak ada, lantas keduanya bertayamum dengan debu yang suci lalu salat. Kemudian keduanya memperoleh air, dan waktu salat masih ada. Salah seorang diantara keduanya lantas berwudu dan mengulangi salatnya, sedangkan yang lain tidak. Kemudian keduanya datang kepada Rasulullah Saw, dan diterangkannyalah kejadian itu kepada Rasulullah Saw. Beliau lalu berkata kepada orang yang tidak mengulangi salatnya, ‘Engkau telah mengerjakan sunnah, dan salatmu sah. Dan kepada orang yang mengulangi salatnya dengan wudu beliau berkata pula, ‘Bagimu ganjarannya dua kali lipat’.” (RIWAYAT NASAI DAN ABU DAWUD).

Memahami Tayamum, Syarat Dan Rukun Tayamum

Tayamum ialah mengusapkan tanah ke muka dari kedua tangan sampai siku dengan beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudu atau mandi, sebagai rukhsah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan (uzur), yaitu:
  1. Uzur karena sakit. Kalau ia memakai air, bertambah sakitnya atau lambat sembuhnya, menurut keterangan dokter atau dukun yang telah berpengalaman tentang penyakit serupa itu.
  2. Karena dalam perjalanan.
  3. Karena tidak ada air.
Firman Allah Swt.
“Dan apabila kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau kembali dari tempat buang air (wc), atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan kedua tanganmu dengan tanah itu’ (AL-MAIDAH: 6)

(Baca juga : Sunnah Tayamun Dan Yang Membatalkan Tayamum)

Syarat tayamum
1. Sudah masuk waktu salat. Tayamum disyariatkan untuk orang yang terpaksa. Sebelum masuk waktu salat ia belum terpaksa, sebab salat belum wajib atasnya ketika itu. 

2. Sudah diusahakan mencari air, tetapi tidak dapat, sedangkan waktu sudah masuk. Alasannya adalah ayat tersebut di atas. Kita disuruh bertayamum bila tidak ada air sesudah dicari dan kita yakin tidak ada; kecuali orang sakit yang tidak diperbolehkan memakai air, atau ia yakin tidak ada air di sekitar tempat itu, maka mencari air tidak menjadi syarat baginya. 

3. Dengan tanah yang suci dan berdebu. Menurut pendapat Imam Syafii, tidak sah tayamum selain dengan tanah. Menurut pendapat imam yang lain, boleh (sah) tayamum dengan tanah, pasir, atau batu. Dalil pendapat yang kedua ini adalah sabda RasuluIlah Saw.:
“Telah dijadikan bagiku bumi yang baik, menyucikan, dan tempat sujud.” (SEPAKAT AHLI HADIS)

Perkataan “bumi” termasuk juga tanah, pasir, dan batu. 

4. Menghilangkan najis. Berarti sebelum melakukan tayamum itu hendaklah ia bersih dari najis, menurut pendapat sebagian ulama; tetapi menurut pendapat yang lain tidak.

Fardu (rukun) tayamum.
1. Niat. Orang yang akan melakukan tayamum hendaklah berniat karena hendak mengerjakan salat dan sebagainya, bukan semata-mata untuk menghilangkan hadas saja, sebab sifat tayamum tidak dapat menghilangkan hadas, hanya diperbolehkan untuk melakukan salat karena darurat.
Keterangan bahwa niat tayamum hukumnya wajib ialah hadis yang mewajibkan niat wudu yang lalu. 

2. Mengusap muka dengan tanah. 

3. Mengusap kedua tangan sampai ke siku dengan tanah. Keterangannya ialah ayat di atas. 

4. Menertibkan rukun-rukun. Artinya mendahulukan muka dan tangan. Alasannya sebagaimana keterangan menertibkan rukun wudu yang telah lalu. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa tidak wajib menertibkan rukun tayamum.

Beberapa masalah yang bersangkutan dengan tayamum

1. Orang yang tayamum karena tidak ada air, tidak wajib méngulangi salatnya apabila mendapat air. Alasannya ialah ayat tayamum di atas. Tetapi orang yang tayamum karena junub, apabila mendapat air maka ia wajib mandi bila ia hendak mengerjakan salat berikutn ya, sebab tayamum itu tidak menghilangkan hadas, melainkan hanya boleh untuk keadaan darurat. 

2. Satu kali tayamum boleh dipakai untuk beberapa kali salat, baik salat fardu ataupun salat sunat. Kekuatannya sama dengan wudu, karena tayamum itu adalah pengganti wudu bagi orang yang tidak dapat memakai air. Jadi, hukumnya sama dengan wudu. Demikian pendapat sebagian ulama. Yang lain berpendapat bahwa satu kali tayamum hanya sah untuk satu kali salat fardu dan beberapa salat sunat, tetapi golongan ini tidak dapat memberikan dalil yang kuat atas pendapat mereka. 

3. Boleh tayamum apabila luka atau karena hari sangat dingin, sebab luka itu termasuk dalam pengertian sakit. Demikian juga bila memakai air ketika hari sangat dingin, dikhawatirkan akan menjadi sakit.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Jabir. Ia berkata, “Kami telah keluar pada satu perjalanan, kemudian seorang teman kanmi tertimpa batu sampai luka kepalanya, kemudian ia bermimpi, lantas ia bertanya kepada teman-temannya, Adakah kamu peroleh jalan yang memberi kelonggaran bagiku untuk tayamum?’ Mereka menjawab, ‘Kami tidak mengetahui jalan yang memberi kelonggaran bagimu, sedangkan engkau masih kuasa memakai air.’ Kemudian orgng itu mandi, sehingga menyebabkan dia mati. Kemudian ketika kami sampai kepada Rasulullah Saw. diceritakanlah hal itu kepada beliau. Nabi berkata, “Mereka telah membunuhnya. Allah akan membunuh mereka. Mengapa mereka tidak bertanya kala tidak mengetahui? Sesungguhnya obat keraguan ialah bertanya. Sebenarnya ia cukup tayamum saja dan dibalut lukanya, kernudian di atas balutannya itu disapu dengan air, dan sekalian membasuh badannya yang lain.” (RJWAYAT ABU DAWUD DAN DARUQUTNI)

“ Dar Amr bin As. Sewaktu ia diutus ke peperangan Zatissalasil, ia berkata, “Pada suatu malam yang sangat dingin saya bermimpi. Saya takut akan berbahaya jika saya mandi, maka saya tayamum, kemudian salat bersama teman-teman, yaitu salat subuh. Tatkala kami datang kepada Rasulullah Saw, mereka ceritakan kejadian itu kepada beliau. Nabi berkata, “Ya Amr, engkau salat dengan teman-temanmu, padahal engkau junub?” Saya menjawab, “Saya sebutkan firman Allah (Janganlah kamu membunuh dirimu), maka karena ayat itu saya tayamum, kemudian saya salat.” Mendengar jawaban Amr itu Rasulullah Saw tertawa, dan beliau tidak mengatakan apa pun sesudah itu. (RIWAYAT AHMAD DAN ABU DAWUD)

Syarat Sholat Menggunakan Sepatu (Menyapu Sepatu)

Menyapu sepatu dilakukan oleh orang yang sering dan sedang dalam perjalanan jauh (musafir), bagi orang yang sedang dalam kondisi ini Allah SWT memberikan keringanan untuk mengambil wudu. Hal ini dikarenakan pada zaman Nabi dahulu jarak antara kota satu dengan kota lain berjauhan dan hanya ditempuh dengan jalan kaki, terlebih jalan yang dilalui adalah padang pasir.

Orang yang terus-menerus memakai sepatu, apabila ia berwudu boleh menyapu atau mengusap bagian atas kedua sepatunya saja dengan air. Hal itu sebagal pengganti membasuh kaki dengan syarat-syarat yang akan diterangkan.

Waktunya ialah sehari semalam bagi orang yang tetap di dalam negeri, dan tiga hari tiga malam bagi orang musafir (dalam perjalanan). Masa tersebut terhitung dan ketika berhadas (batal wudu) sesudah memakai sepatu.
Sabda Rosulullh SAW :
“Dari Mugirah bin Syu’bah. Ia berkata, “Saya lihat Rasulullah Saw. menyapu bagian luar kedua sepatu beliau.” (RIWAYAT AHMAD DAN TIRMIZI, DAN DIKATAKAN HADIS HASAN)

“Dari Abu Bakrah. Bahwasanya Rasulullah Saw. telah memberi kelonggaran bagi orang musafir tiga hari tiga malam dan bagi orang mukim (tetap) sehari semalam apabila ia suci, kemudian dtpakainya kedua sepatunya. Ia boleh mengusap bagian atas kedua sepatunya dengan air. (RIWAYAT IBNU KHUZAIMAH DAN DARUQUTNI)

Tidak boleh menyapu salah satu kaki dan membasuh yang lain, sebab ada kaidah yang mengatakan, “Apabila agama menyuruh memilih antara dua perkara, tidak boleh mengadakan cara yang ketiga”

Syarat-syarat menyapu sepatu
1. Kedua sepatu itu hendaklah dipakai sesudah suci secara sempurna. Dalilnya ialah hadis tersebut di atas (yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Daruqutni).
2. Kedua sepatu itu hendaklah sepatu panjang, yaitu menutupi bagian kaki yang wajib dibasuh (dan tumit sampai ke mata kaki).
3. Kedua sepatu itu kuat, bisa dipakai berjalan jauh, dan terbuat dari benda yang suci.

Yang membatalkan menyapu sepatu
1. Apabila keduanya atau salah satu di antaranya terbuka, baik dibuka dengan sengaja ataupun tidak sengaja.
2. Habis masa yang ditentukan (sehari semalam bagi orang tetap, tiga hari tiga malam bagi orang musafir).
3. Apabila ia berhadas besar yang mewajibkan mandi.

Hal-Hal Yang Dapat Membatalkan Wudhu

Hal-hal yang membatalkan wudu adalah sebagai berikut:
(Baca juga rukun dan syarat wudhu)

1. Keluar sesuatu dari dua pintu atau dari salah satunya, baik berupa zat ataupun angin, yang biasa ataupun tidak biasa, seperti darah; baik yang keluar itu najis ataupun suci, seperti ulat.
Firma,, Allah Swt.:
“Atau kembali dan tempat buang air.” (AN-NIsA’: 43)

Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa orang yang datang dari wc kalau tidak ada air hendaklah ia tayamum. Berarti buang air itu membatalkan wudu.

Sabda Rasulullah Saw.:
“Allah tidak menerima salat seseorang apabila ia berhadas (keluar sesuatu dari salah satu kedua lubang) sebelum ia berwudu.” (SEPAKAT AHLI HADIS)

Menurut tafsiran Abu Hurairah, “ahdasa” itu artinya keluar angin. Tetapi menurut Syaukani artinya segala yang keluar dan kedua lubang.

Sabda Rasulullah Saw. (bab benda-benda yang termasuk najis”) yang diriwayatkan oleh Muslim, beliau menyuruh orang yang keluar madi supaya berwudu. Kecuali sesuatu yang keluar dari pintu-pintu yang lain atau keluar dari anggota yang lain, semua itu tidak membatalkan wudu.

2. Hilang akal. Hilang akal karena mabuk atau gila. Demikian pula karena tidur dengan tempat keluar angin yang tidak tertutup. Sedangkan tidur dengan pintu keluar angin yang tertutup, seperti orang tidur dengan duduk yang tetap, tidaklah batal wudunya.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Kedua mata itu tali yang mengikat pintu dubur. Apabila kedua mata tidur, terbukalah ikatan pintu itu. Maka barang siapa yang tidur, hendaklah ia berwudu.” (RIWAYAT ABU DAWUD)

Adapun tidur dengan duduk yang tetap keadaan badannya, tidak membatalkan wudu karena tiada timbul sangkaan bahwa ada sesuatu yang keluar darinya. Ada pula hadis riwayat Muslim, bahwa sahabat-sahabat Rasulullah Saw. pernah tertidur, kemudian mereka salat tanpa berwudu lagi.

3. Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan. Dengan bersentuhan itu batal wudu yang menyentuh dan yang disentuh, dengan syarat bahwa keduanya sudah sampai umur atau dewasa, dan antara keduanya bukan “mahram’ baik mahram turunan, pertalian persusuan, ataupun mahram perkawinan.
Firman Allah Swt.:
“Atau kamu telah menyentuh perempuan.” (AN-NISA’: 43) 

Pendapat tersebut menurut mazhab Syafii, sedangkan mazhab lain ada pula yang berpendapat bahwa bersentuhan kulit laki-laki dengan perempuan itu tidak membatalkan wudu, yang membatalk an wudu ialah bersetubuh. Pendapat itu berdasarkan pula pada ayat tersebut, mereka menafsirkan kata-kata “la mastum” sebagai “bersetubuh”. 

4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan, baik kemaluan sendiri ataupun kemaluan orang lain, baik kemaluan orang dewasa ataupun kemaluan kanak-kanak. Menyentuh ini hanya membatalkan wudu yang menyentuh saja.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Ummi Habibah. Ia berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, Barang siapa menyentuh kemaluannya, hendaklah berwudu’.” (RIWAYAT IBNU MAJAH DAN DISAHKAN OLEH AHMAD)

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Busrah binti afwan. Sesungguhnya Nabi Saw pernah berkata, “Laki-laki yang menyentuh zakarnya (kemaluannya) janganlah salat sebelum ia berwudu.” (RIWAYAT LIMA ORANG AHLI HADIS. KATA BUKHARI HADIS INI PALING SAH DALAM HAL INI).

Dalam hadis tersebut jelaslah bahwa wudu batal karena menyentuh kemaluan sendiri, apalagi menyentuh kemaluan orang lain, sebab keadaannya lebih keji dan lebih melanggar kesopanan.

Ulama yang lain ada yang berpendapat bahwa menyentuh kemaluan itu tidak membatalkan wudu. Mereka mengambil alasan dengan hadis Talaq bin Ali.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Seorang laki-laki menyentuh kemaluannya, (lalu ditanyakan) apakah ia wajib berwudu? Jawab Rasulullah Saw “Zakar itu hanya sepotong daging dari tubuhmu.” (RIWAYAT ABU DAWUD, TIRMIZI, NASAl, DAN LAIN-LAINNYA).

Wednesday 2 September 2015

Sunnah-Sunnah Dalam Wudhu


1. Membaca “bismillah” pada permulaan wudu. 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Berwudulah kamu dengan menyebut nama Allah.” (RIWAYAT ABU DAWUD)

Pada permulaan setiap pekerjaan yang penting, baik ibadat ataupun Iainnya, disunatkan membaca “bismillah".’ 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Tiap-tiap pekerjaan penting yang tidak dimulai dengan bismillah, maka pekerjaan itu terputus (kurang berkah)” (RIWAYAT ABU DAWUD)

2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan, sebelum berkumur-kumur. Keterangannya adalah amal Rasulullah Saw. sendiri yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. 

3. Berkumur-kumur; keterangannya juga perbuatan Rasulullah sendiri yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. 

4 Memasukkan air ke hidung; juga beralasan pada amal Rasulultah Saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. 

5. Menyapu seluruh kepala; beralasan pula pada amal Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
“DariAbdullah bin Zaid. Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah mengusap kepalanya dengan kedua belah tangannya yang dibolak-balikannya dimulainya dari sebelah atas kepala, kemudian disapukannya ke kuduk-nya, kemudian dikembalikannya ke tempat semula. (RIWAYAT JAMAAH)

“Dari Al-Miqdarn. Ia berkata, “Rasulullab Saw. telah diberi air untuk berwudu, lantas beliau berwudu, maka dibasuhnya kedua tapak tangannya tiga kali dan mukanya tiga kali, kemudian mernbasuh kedua hastanya tiga kali, lalu berkumur dan dimasukkannya air ke hidung tiga kali, kemudian disapunya kepala dan kedua telinganya bagian luar dan dalam.” (RIWAYAT ABU DAWUD DAN AHMAD)

6. Menyapu kedua telinga luar dan dalam. Keterangannya amal Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Tirmizi. 

7. Menyilang-nyilangi jari kedua tangan dengan cara berpanca dan menyilang-nyilangi jari kaki dengan kelingking tangan kiri, dimulai dari kelingking kaki kanan, disudahi pada kelingking kaki kiri. Sunat menyilangi jari, kalau air dapat sampai di antara jari dengan tidak disilangi. Tetapi apabila air tidak sampai di antaranya kecuali dengan disilangi, maka menyilangi jari ketika itu menjadi wajib, bukan sunat. 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Apabila engkau berwudu, hendaklah engkau silangi jari kedua tanganmu dan jari kedua kakirnu.” (RIWAYAT TIRMIZI DAN DIKATAKAN HADIS HASAN)

8. Mendahulukan anggota kanan daripada kiri. Rasulullah Saw. suka memulai dengan anggota yang kanan daripada anggota yang kiri dalam beberapa pekerjaan beliau. Nawawi berkata, “Tiap pekerjaan yang mulia dimulai dari kanan. Sebaliknya pekerjaan yang hina, seperti masuk wc, hendaklah dimulai dari kiri:’ 

“Dari Aisyah r.a. Ia berkata, “Rasulullah Saw. suka rnendahulukin anggota kanan ketika memakai sandal, bersisir, bersuci, dan dalam segala halnya.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

9. Membasuh setiap anggota tiga kali, berarti membasuh muka tiga kali, tangan tiga kali, dan seterusnya -keterangannya adalah amal Rasulullah Saw.- kecuali apabila waktu salat hampir habis, apabila dikerjakan tiga kali, niscaya habislah waktu. Dalam keadaan seperti ini haram membasuh tiga kali, tetapi wajib satu kali saja. Demikian pula apabila air itu benar-benar diperlukan untuk minum, sedangkan air yang ada tidak mencukupi, maka wajib satu kali saja, dan haram tiga kali.

10. Berturut-turut antara anggota. Yang dimaksudkan dengan berturut-turut di sini ialah sebelum kering anggota pertama, anggota kedua sudah dibasuh, dan sebelum kering anggota kedua, anggota ketiga sudah dibasuh pula, dan seterusnya. 

Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Umar bin Khattab, “Sesungguhnya seorang laki-laki telah berwudu, maka ketinggalan (tidak terbasuh) seluas kuku di atas kakinya. Bagian yang ketinggalan itu kelihatan oleh Nabi, lalu beliau berkata, ‘Kembalilah, dan perbaikilah wudumu” (RIWAYAT AHMAD DAN MUSLIM)

Perkataan Rasulullah Saw. “perbaikilah wudumu” dan tidak disuruh mengulangi wudu berarti cukuplah dengan membasuh yang  ketinggalan itu saja.

Sebagian ulama berpendapat bahwa melakukan wudu menurut urutannya itu wajib, beralasan hadis:
“Dari Khalid, dari salah seorang istri Nabi Saw., “Sesungguhnya Rasulullah Saw telah melihat seorang laki-laki salat, diatas tumitnya ada seluas dirham yang tidak kena air sewaktu Ia berwudu, maka Rasulullah Saw. menyuruh orang itu mengulangi wudunya.” (RIWAYAT
AHMAD DAN ABU DAWUD)


11. Jangan meminta pertolongan kepada orang lain kecuali jika terpaksa karena berhalangan, misalnya sakit. 

12. Tidak diseka, kecuali apabila ada hajat, umpamanya sangat dingin. 

13. Menggosok anggota wudu agar menjadi lebih bersih. 

14. Menjaga supaya percikan air itu jangan kembali ke badan. 

I 5. Jangan bercakap-cakap sewaktu berwudu, kecuali apabila ada hajat. 

16. Bersiwak (bersugi atau menggosok gigi) dengan benda yang kesat, selain bagi orang yang berpuasa sesudah tergelincir matahari. Lebih afdal bersugi dengan kayu arak (siwak). Disunatkan juga bersugi pada tiap-tiap keadaan yang lebih diingini daripada segala pekerjaan lain, yaitu.
  1. Tatkala bau mulut berubah karena lapar atau lama diam dan sebagainya.
  2. Tatkala bangun dan tidur, sebab orang yang bangun dari tidur itu biasanya berubah bau mulutnya.
  3. Tatkala akan salat.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Aisyah. Sesungguhnya Nabi Saw. telah bersabda, “Sugi itu membersihkan mulut, meridakan Tuhan. “(RIWAYAT BAIHAQI DAN NASAI)


Sabda Rasulullah Saw.:
“Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. Beliau bersabda, “Kalau tidaklah akan menyusahkan umatku, pasti aku suruh mereka bersugi (menggosok gigi) pada tiap-tiap wudu. (RIWAYAT AHMAD)

“Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw “Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu pada sisi Allah lebih harum daripada bau kasturi.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

17. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika wudu. 

18. Berdoa sesudah selesai wudu. 

19. Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai wudu.

“Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang sebenarnya patut disembah kecuali Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah saya orang yang tobat dan orang yang suci.” (RIWAYAT AHMAD, MUSLIM, DAN TIRMIZI).

Baca juga hal-hal yang membatalkan wudhu

Syarat-Syarat Dan Rukun Dalam Wudhu

Perintah wajib wudu bersamaan dengan perintah wajib salat lima waktu, yaitu satu tahun setengah sebelum tahun Hijriah.
Firman Allah Swt.:
“Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (AL-MA’IDAH: 6)

Syarat-syarat Wudu
  1. Islam.
  2. Mumayiz, karena wudu itu merupakan ibadat yang wajib diniati, sedangkan orang yang tidak beragama Islam dan orang yang belum mumayiz tidak diberi hak untuk berniat.
  3. Tidak berhadas besar.
  4. Dengan air yang suci dan menyucikan.
  5. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah dan sebagainya yang melekat di atas kulit anggota wudu. 

1. Niat. Hendaklah berniat (menyengaja) menghilangkan hadas atau menyengaja berwudu.
Sabda Rasulullah Saw.:
“Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat.” (RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM)

Yang dimaksud dengan nat menurut syara yaitu kehendak sengaja melakukan pekerjaan atau amal karena tunduk kepada hukum Allah SM. Firman Allah Swt.: 

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (AL-BAYYINAH: 5)

2. Membasuh muka, berdasarkan ayat di atas (Al-Ma’idah: 6). Batas muka yang wajib dibasuh ialah dari tempat tumbuh rambut kepala sebelah atas sampai kedua tulang dagu sebelah bawah; lintangnya, dari telinga ke telinga; seluruh bagian muka yang tersebut tadi wajib dibasuh, tidak boleh tertinggal sedikit pun, bahkan wajib dilebihkan sedikit agar kita yakin terbasuh semuanya. Menurut kaidah ahli fiqh,”Sesuatu yang hanya dengan dia dapat disempurnakan yang wajib, maka hukumnya juga wajib.” 

3. Membasuh dua tangan sampai ke siku. Maksudnya, siku juga wajib dibasuh. Keterangannya pun adalah ayat tersebut di atas. (Al-Ma’idah: 6) 

4. Menyapu sebagian kepala, walaupun hanya sebagian kecil, sebaiknya tidak kurang dari selebar ubun-ubun, baik yang disapu itu kulit kepala ataupun rambut. Alasannya juga ayat tersebut.

5. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki. Maksudnya, dua mata kaki wajib juga dibasuh. Keterangannya juga ayat tersebut di atas. 

6. Menertibkan rukun-rukun di atas. Selain dari niat dan membasuh muka, keduanya wajib dilakukan bersama-sama dan didahulukan dari yang lain.

Sabda Rasulullah Saw.:
“Mulailah pekerjaanrnu dengan apa yang dimulai oleh Allah Swt.” (RIWAYAT NASAI).

Tabir Wanita